PAPUA - Harapan masyarakat Papua untuk hidup damai kembali tercabik oleh aksi intimidasi Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kelompok bersenjata itu diduga semakin gencar menekan warga di pedalaman agar memberikan dukungan terhadap gerakan mereka. Bukan dengan dialog atau ajakan, melainkan melalui cara-cara kekerasan, ancaman, dan pemalakan.
Teror di Malam Hari
Sejumlah warga menuturkan, anggota OPM kerap mendatangi kampung pada malam hari, saat masyarakat tengah beristirahat. Mereka memaksa warga untuk menyerahkan bahan makanan, uang, bahkan informasi tentang aparat keamanan. Ancaman kerap dilontarkan, dan jika ada yang berani menolak, risiko penganiayaan menjadi nyata.
“Masyarakat hanya ingin hidup tenang, berkebun, dan bekerja untuk keluarganya. Namun OPM terus memaksa rakyat agar mendukung mereka. Banyak warga yang ketakutan, tidak berani menolak secara terang-terangan karena khawatir akan dibalas dengan kekerasan, ” ungkap Markus Wanimbo, tokoh masyarakat di Kabupaten Yahukimo, Rabu (10/9/2025).
Situasi ini membuat sebagian warga terpaksa meninggalkan kampung halaman mereka. Mengungsi dianggap sebagai pilihan terakhir demi menyelamatkan keluarga dari ancaman yang kian mencekam.
Ancaman Nyawa dan Luka Fisik
Intimidasi OPM tidak lagi sebatas teror verbal. Beberapa laporan dari masyarakat menyebutkan adanya korban yang dipukul, ditodong senjata, hingga disiksa karena menolak memberikan logistik. Aksi brutal ini menunjukkan bagaimana kelompok yang mengklaim berjuang demi rakyat justru menyengsarakan rakyatnya sendiri.
“Gerakan yang katanya memperjuangkan rakyat, tapi kenyataannya menyiksa rakyat. Itu bukan perjuangan, melainkan kejahatan. Masyarakat Papua sudah cerdas, tidak mudah dibodohi dengan cara-cara menakut-nakuti seperti itu, ” tegas Yulius Tabuni, tokoh pemuda Papua.
Perjuangan yang Menyimpang
Fenomena intimidasi ini menambah panjang daftar praktik kekerasan OPM yang justru menjauhkan mereka dari nilai perjuangan sejati. Alih-alih memperjuangkan aspirasi rakyat, OPM kian identik dengan teror yang menimbulkan trauma, kehilangan, dan ketakutan.
Bagi masyarakat Papua, kekerasan bukanlah jalan menuju kebebasan. Kekerasan hanya meninggalkan luka, merampas hak untuk bermimpi, dan menghancurkan semangat membangun masa depan.
Harapan Akan Solidaritas
Di tengah teror tersebut, masyarakat Papua tetap menyimpan harapan. Mereka percaya bahwa dengan kebersamaan, solidaritas antarwarga, dan sinergi bersama aparat keamanan, benteng kuat bisa terbentuk untuk melawan intimidasi OPM.
“Papua butuh damai. Kami ingin hidup aman, tanpa ancaman. Cukup sudah penderitaan karena teror, ” kata salah seorang warga dengan mata berkaca-kaca.
Kini, semakin jelas bahwa OPM bukan lagi simbol perjuangan, melainkan sumber ketakutan. Sementara rakyat Papua, dengan segala luka dan trauma, tetap berdiri teguh menjaga mimpi mereka akan tanah yang damai, sejahtera, dan bebas dari intimidasi.
(APK/ Publikpapua.com )