NDUGA - Di balik perbukitan sunyi dan rimbunnya alam Papua, Jumat Agung (18/04/2025) di Kampung Mumugu menjadi saksi sebuah peristiwa yang menghangatkan jiwa: prajurit Satgas Yonif 733/Masariku Koops Habema duduk bersimpuh bersama umat dalam ibadah kudus di Gereja Kuasi Paroki Santo Damian, Distrik Krepkuri.
Tak ada suara derap sepatu tempur, hanya senandung doa dan lantunan kisah sengsara Kristus yang menggetarkan hati. Para prajurit berseragam loreng larut dalam khidmat, sejajar dengan warga yang mengenakan pakaian ibadah, menyatu dalam perenungan akan kasih dan pengorbanan yang melampaui sekat agama, profesi, dan latar belakang.
“Kehadiran TNI hari ini bukan sebagai penjaga bersenjata, tetapi sebagai saudara seiman, sahabat dalam doa. Ini sungguh menguatkan kami, ” ujar sang Pastor dengan mata berkaca-kaca, menyambut kehadiran para prajurit dengan pelukan hangat dan penuh syukur.
Masyarakat Kampung Mumugu pun menyambut momen ini dengan antusias dan haru. Banyak dari mereka mengaku belum pernah melihat prajurit TNI ikut berbaur secara utuh dalam ibadah sakral seperti ini. Sebuah kebersamaan yang begitu langka namun terasa sangat murni.
Lettu Inf Arief Nugroho, salah satu perwira yang hadir, mengungkapkan bahwa momen ini merupakan bagian dari pendekatan kemanusiaan TNI di Papua.
“Kami hadir bukan hanya untuk menjaga, tapi juga untuk belajar merasakan apa yang dirasakan saudara-saudara kami di sini. Jumat Agung adalah momen refleksi universal tentang cinta dan pengorbanan dan kami ingin turut merasakannya, ” ucapnya lirih.
Dari Markas Koops Habema, Mayjen TNI Lucky Avianto memberikan apresiasi tinggi atas kehadiran prajuritnya dalam ibadah tersebut. Ia menegaskan bahwa TNI tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga dengan hati yang terbuka untuk membangun jembatan kemanusiaan dan kepercayaan.
“Inilah esensi kehadiran TNI di Papua menjadi bagian dari masyarakat, merayakan nilai-nilai luhur yang menyatukan kita sebagai satu bangsa. Semoga Jumat Agung ini membawa damai, bukan hanya di Nduga, tapi juga di hati kita semua, ” tuturnya, kepada media, Sabtu (19/04/2025).
Di antara kabut tipis dan keheningan alam Papua, ibadah Jumat Agung itu bukan sekadar ritual melainkan simbol kuat bahwa di tengah perbedaan, ada ruang luas untuk persaudaraan. Bahwa loreng dan liturgi bisa berdampingan, dan bahwa damai bukanlah utopia, melainkan sesuatu yang bisa dimulai dari langkah kecil: saling hadir, saling menghargai, dan saling mendoakan.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono