Dosen Unimor Raih Hibah Kemendiktisaintek untuk Riset Inovasi Sosial

3 hours ago 4

KUPANG - Dua sosok akademisi dari Universitas Timor (Unimor), Dr. Emanuel Be dan Dr. Aplonia Pala, telah menorehkan prestasi gemilang dengan terpilih sebagai penerima Dana Program Hilirisasi Riset Prioritas tahun anggaran 2025. Skema Inovasi Sosial yang digagas oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) ini akan menjadi panggung bagi mereka untuk mengimplementasikan gagasan transformatif di tengah masyarakat. Pengumuman resmi yang menandai langkah awal kolaborasi penting ini dilakukan pada 9 September 2025, sebuah momen yang sarat harapan untuk perubahan nyata.

Hibah yang diterima, sebuah tonggak penting dalam perjalanan riset mereka, secara resmi ditandatangani oleh Direktur Hilirisasi dan Kemitraan, Yos Sunitiyoso, di bawah payung Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan. Dedikasi Dr. Emanuel Be akan terfokus pada Desa Usapinonot, sementara Dr. Aplonia Pala memilih Desa Oesena sebagai medan pengabdiannya. Lebih dari sekadar metodologi penelitian, upaya keduanya merupakan jembatan yang meruntuhkan sekat antara dunia akademis dan kearifan masyarakat adat. Mereka bertekad menyatukan nalar ilmiah kampus (logos), kekayaan budaya yang diwariskan (ethos), dan ikatan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari (pathos).

Langkah strategis ini selaras dengan Keputusan Bupati TTU Nomor 258/KEP/HK/VII/2025 yang menggariskan Pedoman Penanggulangan Stunting Terintegrasi Tingkat Desa Berbasis Kearifan Lokal. Inisiatif ini juga beresonansi kuat dengan Program Matching Fund 2023 yang sebelumnya dipimpin oleh Dr. Aplonia Pala, menunjukkan kesinambungan dan komitmen jangka panjang.

Inisiatif cemerlang dari kedua dosen Unimor ini tidak hanya menjawab tantangan lokal yang mendesak, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Melalui riset ini, diharapkan dapat terwujud upaya menghapus kelaparan, meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, mendorong kesetaraan gender, menciptakan lapangan kerja layak serta pertumbuhan ekonomi desa, dan memperkuat sinergi kemitraan. Ini adalah bukti nyata bagaimana riset dapat menjadi katalisator perubahan sosial yang luas.

Dr. Emanuel Be memaparkan dengan gamblang urgensi risetnya, mengungkapkan data mengejutkan bahwa prevalensi stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 37, 9 persen pada tahun 2024, jauh melampaui target nasional 20 persen. Di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), angka stunting bahkan lebih mengkhawatirkan, yakni 47, 2 persen. Kecamatan Insana Barat, yang mencakup Desa Usapinonot, mencatat angka stunting sebesar 28, 4 persen.

Salah satu akar masalah utama tingginya angka stunting, menurut Dr. Emanuel Be, adalah minimnya asupan protein hewani pada periode krusial 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Fakta inilah yang mendorong Dr. Emanuel Be untuk merancang sebuah solusi inovatif: produksi telur Omega-3 yang dikelola secara mandiri oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pemerintah desa pun telah menunjukkan dukungan penuh terhadap usaha peternakan ini, sebuah sinyal positif yang membangkitkan optimisme.

Namun, dalam survei awal, terungkap sejumlah tantangan yang mesti dihadapi, terutama terkait kelemahan kelembagaan BUMDes dalam hal manajemen keuangan dan perencanaan. Oleh karena itu, riset ini dirancang dengan fokus pada penguatan BUMDes sebagai agen gizi sekaligus motor penggerak ekonomi desa. Dukungan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten TTU menjadi krusial dalam upaya menghasilkan telur berkualitas.

Bagi Dr. Emanuel Be, visi pengembangan usaha telur Omega-3 ini sangat luas. Ia memproyeksikan perluasan jejaring melalui Koperasi Merah Putih, Program Makan Bergizi Gratis, dan program Pemberian Makanan Tambahan. Dengan demikian, produk lokal desa tidak hanya akan memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, tetapi juga membuka peluang kerja baru dan memperkuat ekonomi kerakyatan.

Kolaborasi riset ini semakin kokoh dengan keterlibatan akademisi dari Universitas Brawijaya. Dr. Emanuel Be didukung oleh Prof. Muhammad Halim Natsir, seorang pakar peternakan, dan Dr. Panji Deoranto, ahli teknologi pangan. Sementara itu, Dr. Aplonia Pala berkolaborasi dengan Dr. Hipolitus Kristoforus Kewuel dan Dr. Hamamah, yang ahli dalam bidang antropologi budaya. Kehadiran para pakar ini kian memperlebar jembatan antara dunia laboratorium dan realitas lapangan, serta menyelaraskan bahasa sains dengan kearifan lokal. (PERS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |