PANGKEP SULSEL - Di tengah perubahan zaman dan meningkatnya kebutuhan pangan, desa memegang peran strategis dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Namun ironisnya, masih banyak lahan tidur terbengkalai tanpa nilai tambah. Padahal, potensi pertanian dan perikanan darat sangat besar jika dikelola dengan tepat.
Program Agro Entrepreneur untuk Pemuda Desa hadir sebagai solusi inovatif untuk mengubah lahan tidur menjadi ladang produktif. Program ini bukan sekadar pelatihan tani biasa, tapi sebuah gerakan ekonomi desa yang digerakkan oleh generasi muda.
Generasi muda desa sering kali dianggap lebih tertarik bekerja di kota. Namun melalui program ini, mereka justru diajak membalikkan arah: kembali ke desa, bangkit bersama, dan menjadi pelaku usaha agribisnis berbasis hortikultura dan perikanan darat.
Hortikultura — seperti budidaya sayur, buah, dan tanaman obat — sangat cocok dikembangkan di lahan kecil dengan nilai ekonomi tinggi. Begitu juga perikanan darat seperti budidaya lele, nila, dan gurame di kolam terpal atau bioflok yang tidak memerlukan area luas.
Pemuda dibekali keterampilan teknis, manajemen usaha, dan akses pasar. Bahkan pemerintah atau lembaga desa dapat menyediakan pendampingan dan modal awal berbasis kelompok usaha tani muda. Di sinilah peran pemerintah desa dan BUMDes menjadi sangat penting sebagai fasilitator.
Lahan tidur yang selama ini menjadi simbol ketidakberdayaan, kini perlu disulap menjadi kebun organik atau kolam ikan produktif. Selain menambah pendapatan, hal ini juga menumbuhkan rasa bangga pemuda terhadap tanah kelahirannya.
Efek ganda dari program ini sangat besar. Selain menurunkan angka pengangguran, juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, meningkatkan ketahanan pangan desa, hingga mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar daerah.
Program ini seharusnya tidak berhenti pada pelatihan semata. Harus ada sinergi antara dinas pertanian, perikanan, UMKM, serta dunia usaha untuk menciptakan rantai nilai yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
Langkah awal yang bisa dilakukan adalah identifikasi lahan tidur milik desa atau warga yang tidak terpakai, lalu disewakan kepada kelompok pemuda tani dengan kesepakatan yang adil. Pemerintah desa bisa membuat regulasi atau insentif bagi warga yang menghibahkan lahannya untuk dikelola secara produktif.
Di beberapa negara seperti Brunei dan Thailand, program sejenis terbukti berhasil. Brunei, misalnya, mengintegrasikan pertanian modern dengan pendekatan komunitas dan pelibatan generasi muda sebagai ujung tombak pembangunan desa.
Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang luar biasa, sebenarnya bisa melampaui itu jika potensi pemudanya digerakkan. Kunci keberhasilan program ini ada pada konsistensi pendampingan, ketersediaan pasar, dan kepercayaan yang diberikan kepada pemuda desa.
Program Agro Entrepreneur ini bukan hanya tentang bertani atau memelihara ikan. Ini adalah tentang menciptakan budaya baru: budaya kerja, budaya inovasi, dan budaya cinta desa. Ketika pemuda mencintai tanahnya, maka kemajuan hanya soal waktu.
Sudah saatnya desa menjadi pusat inovasi, bukan sekadar objek pembangunan. Dan sudah saatnya pemuda desa bangkit sebagai pelaku perubahan, bukan hanya penonton. Lahan tidur harus dibangunkan — dan yang paling mampu membangunkannya adalah tangan-tangan muda yang berani bermimpi dan bekerja.
PANGKEP 5 Agustus 2025
Herman Djide
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jurnalis Nasional Indonesia Cabang Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan