MEDAN - Pada awal September 2025, suasana di depan Mapolda Sumatera Utara, Medan, mendadak memanas. Sekitar ratusan mahasiswa dari Universitas Sumatera Utara (USU) menggelar aksi unjuk rasa. Mereka menuntut Irjen Pol Whisnu Hermawan, Kapolda Sumut, untuk mundur dari jabatannya.
Tuntutan ini dilatarbelakangi oleh insiden kematian tragis Affan Kurniawan, seorang driver ojek online, yang diduga dilindas mobil taktis milik Brimob. Selain itu, mahasiswa mengecam tindakan represif aparat terhadap demonstran yang terjadi beberapa waktu sebelumnya.
Tak seperti pejabat tinggi lain yang kerap berlindung di balik pagar institusi, Irjen Whisnu memilih pendekatan berbeda, ia keluar dan duduk bersama mahasiswa di aspal panas, berdiskusi langsung.
Ketika mahasiswa menuntut dirinya mundur, sang Kapolda menjawab tegas, "Kalau ada TR (Telegram Rahasia) dari Kapolri hari ini, saya pindah.” tegasnya.
Pernyataan ini sontak menarik perhatian publik. Kapolda Sumut menegaskan bahwa dirinya adalah bagian dari sistem komando dan siap menerima perintah kapan pun. Ia menyatakan tak akan bertahan di jabatan bila sudah tak dipercaya oleh pimpinan.
Aksi mahasiswa diwarnai dengan tabur bunga, membawa spanduk bertuliskan, “Solidaritas untuk Affan Kurniawan”. Kami Demonstran, Bukan Anarko”. “Copot Kapolda Sumatera Utara”.
Mereka ingin menunjukkan bahwa perjuangan mereka bukanlah bentuk anarkisme, melainkan aksi damai yang menuntut keadilan dan akuntabilitas.
Irjen Whisnu tidak hanya menyampaikan kesiapannya untuk diganti, ia juga mengatakan bahwa mahasiswa adalah bagian dari masyarakat yang harus didengarkan. Ia mengibaratkan para mahasiswa sebagai anak-anaknya sendiri, dan menyambut mereka dengan keterbukaan untuk berdialog langsung.
Meski begitu, ia juga menegaskan bahwa kepindahan atau pencopotan jabatan adalah wewenang Mabes Polri, bukan semata desakan aksi massa.
Irjen Pol Whisnu Hermawan menjabat sebagai Kapolda Sumut sejak Juni 2024, menggantikan Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi. Sebelumnya, ia dikenal sebagai Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Ia merupakan lulusan Akpol 1994, dan dikenal sebagai sosok yang tegas serta profesional.
Dialog terbuka antara mahasiswa dan Kapolda menjadi simbol penting bahwa penyampaian aspirasi tak harus selalu bermuara pada konflik. Meski desakan mundur bergema keras, Irjen Whisnu memilih menjawab dengan sikap kesatria dan taat komando.
Pernyataan, “Kalau ada TR hari ini, saya pindah, ” bukan hanya bentuk ketegasan, tapi juga mencerminkan keberanian dan kepatuhan terhadap sistem yang ada. Situasi ini menunjukkan pentingnya komunikasi terbuka antara rakyat dan aparat agar demokrasi tetap bernapas di tengah situasi panas.