JAKARTA - Investor dibuat cemas. Saham raksasa agribisnis Wilmar International Ltd. terperosok ke titik terendah sejak tahun 2016. Keputusan mengejutkan datang dari Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia yang membatalkan putusan bebas perusahaan dan memerintahkan penyerahan uang jaminan senilai Rp11, 8 triliun kepada negara. Keputusan ini, yang diumumkan pada Jumat (27/9/2025), sontak mengguncang pasar.
Dalam perdagangan intraday di Bursa Singapura, saham Wilmar sempat merosot tajam hingga 3, 8%. Meskipun sempat memperkecil pelemahan, saham perusahaan pangan terkemuka Asia ini akhirnya ditutup pada level 2, 85 dolar Singapura pada akhir pekan lalu. Pengumuman resmi perusahaan sehari sebelumnya mengenai putusan MA menjadi pemicu utama anjloknya harga saham ini.
Kasus ini berakar dari krisis kelangkaan minyak goreng yang melanda Indonesia pada periode Juli hingga Desember 2021. Mahkamah Agung menjatuhkan sanksi bagi tiga pemain besar industri kelapa sawit, yaitu Wilmar, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Kejadian ini menarik perhatian publik, mengingat dampaknya yang luas terhadap kebutuhan pokok masyarakat.
Sebelumnya, pada Maret lalu, Wilmar dan rekan-rekannya sempat meraih kemenangan di pengadilan. Namun, sorotan tajam muncul ketika Kejaksaan Agung mengajukan kasasi. Lebih mengkhawatirkan lagi, beberapa hakim yang terlibat dalam penanganan perkara ini dikabarkan ditangkap atas dugaan suap terkait putusan yang mereka terbitkan. Hal ini menambah kompleksitas dan drama dalam kasus ini.
Konsekuensi langsung dari putusan terbaru ini adalah kewajiban Wilmar untuk menyerahkan uang jaminan sebesar Rp11, 9 triliun, yang sebelumnya telah disita oleh kejaksaan, kembali kepada negara. Angka yang sangat fantastis ini setara dengan dua pertiga laba bersih perusahaan tahun lalu. Bayangkan, sebagian besar keuntungan yang susah payah diraih harus berpindah tangan dalam sekejap.
Wilmar secara terbuka menyatakan bahwa keputusan ini akan berdampak pada kerugian bersih dalam laporan keuangan kuartal ketiga yang berakhir September. Meski begitu, perusahaan masih optimis akan membukukan laba secara keseluruhan untuk tahun fiskal 2025. Upaya hukum lebih lanjut pun tengah dipertimbangkan, termasuk kemungkinan mengajukan peninjauan kembali atas putusan Mahkamah Agung.
Dalam pernyataannya sehari sebelumnya, Wilmar menegaskan rasa hormatnya terhadap keputusan pengadilan. Namun, perusahaan juga menggarisbawahi bahwa tindakan yang diambil selama krisis minyak goreng dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan didasari oleh itikad baik. Pernyataan ini mencoba meredam spekulasi negatif yang mungkin timbul di pasar.
Hingga berita ini diturunkan, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group belum memberikan tanggapan resmi terkait putusan MA tersebut. Ketidakpastian dari kedua perusahaan ini menambah lapisan kekhawatiran bagi para pemangku kepentingan.
Reaksi pasar terhadap putusan pengadilan ini memang tak main-main. RHB Research, misalnya, segera menurunkan peringkat saham Wilmar menjadi 'jual' dan memangkas target harga menjadi S$2, 50. Analis memproyeksikan hilangnya dana jaminan ini akan menggerus proyeksi laba Wilmar pada tahun 2025 hingga mencapai 65%. Ini adalah pukulan telak bagi prospek finansial perusahaan dalam jangka pendek. (PERS)