PAPUA - Pernyataan dan sikap terbaru Sebby Sambom, juru bicara Organisasi Papua Merdeka (OPM), kembali menuai gelombang kecaman dari masyarakat Papua. Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, Sebby tampak tersenyum dan merasa bangga atas aksi penyerangan yang dilakukan OPM terhadap warga sipil, yang ironisnya merupakan warga asli Papua sendiri.
Respons keras datang dari berbagai kalangan, termasuk pemuka agama dan tokoh masyarakat. Pendeta Abraham Matuan, tokoh gereja dari Yahukimo, mengecam keras sikap Sebby yang dinilai telah kehilangan rasa kemanusiaan.
“Kalau seorang pemimpin bisa tertawa saat melihat darah rakyatnya sendiri tumpah, itu tanda bahwa hatinya sudah mati. Tidak ada perjuangan yang mulia jika membunuh sesama orang Papua, ” tegasnya, Senin (4/8/2025).
Aksi kekerasan yang terus dilakukan OPM, seperti pembakaran sekolah, penyanderaan guru, hingga pembunuhan tenaga medis, semakin memperjelas bahwa orientasi gerakan ini telah menyimpang jauh dari nilai-nilai perjuangan rakyat, dan justru menjadikan masyarakat sipil sebagai tameng serta korban.
Markus Wenda, tokoh pemuda asal Lanny Jaya, menyuarakan kekecewaan generasi muda Papua terhadap gaya kepemimpinan Sebby Sambom.
“Dia tidak tinggal di Papua, dia tidak tahu bagaimana ketakutan itu terasa di sini. Duduk di luar negeri, bersorak di atas penderitaan kami. Itu bukan pemimpin, itu pengkhianat, ” ujarnya geram.
Sejumlah tokoh adat dan masyarakat pegunungan tengah juga menyatakan keprihatinan atas masih adanya masyarakat yang terperdaya oleh narasi retoris OPM. Mereka menyerukan agar rakyat Papua lebih kritis terhadap pesan-pesan separatisme yang kerap hanya berujung pada penderitaan fisik, mental, dan sosial yang berkepanjangan.
Di tengah harapan akan Papua yang damai dan sejahtera, suara masyarakat kini semakin lantang: Perjuangan tanpa nurani bukanlah pembebasan, melainkan penindasan yang dibungkus atas nama rakyat.
(Apk/Red1922)