PANGKEP SULSEL - Pembangunan tidak dapat dipandang sebagai tanggung jawab sepihak. Ia adalah proses panjang yang membutuhkan kerja sama erat antara pemerintah, masyarakat, dan swasta. Ketiganya bagaikan tiga pilar yang menopang bangunan besar bernama kesejahteraan. Jika satu pilar rapuh, maka bangunan itu akan goyah. Sebaliknya, bila ketiganya kuat dan bersinergi, pembangunan dapat berlangsung lebih cepat dan berkelanjutan.
Pemerintah memiliki peran sentral sebagai pengarah kebijakan. Regulasi yang adil, insentif yang jelas, serta penyediaan fasilitas umum menjadi fondasi penting bagi tumbuhnya aktivitas ekonomi dan sosial. Tanpa campur tangan pemerintah, pembangunan berisiko berjalan liar tanpa arah. Namun, regulasi saja tidak cukup. Aturan butuh implementasi nyata yang melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama.
Masyarakat adalah motor penggerak pembangunan. Mereka yang paling memahami potensi lokal, baik di sektor pertanian, perikanan, maupun industri kreatif. Tenaga, ide, dan kreativitas masyarakat sering kali menjadi sumber inovasi yang otentik. Akan tetapi, tanpa dukungan fasilitas dan modal, ide-ide itu hanya berhenti pada gagasan. Oleh karena itu, masyarakat harus dilibatkan sejak awal dalam perencanaan agar merasa memiliki dan mau ikut menjaga hasil pembangunan.
Di sisi lain, kehadiran swasta membawa energi baru berupa investasi, teknologi, dan jaringan pasar. Perusahaan tidak hanya berfungsi sebagai penyedia lapangan kerja, tetapi juga bisa menjadi mitra strategis dalam mengembangkan potensi daerah. Dengan catatan, kehadiran swasta harus tetap memperhatikan prinsip keadilan sosial dan kelestarian lingkungan agar pembangunan tidak merugikan generasi mendatang.
Kolaborasi antara ketiga pilar ini membuka peluang percepatan pembangunan. Misalnya dalam sektor pertanian, pemerintah menyediakan regulasi pupuk dan lahan, masyarakat menjadi penggarap, sedangkan swasta menghadirkan teknologi pertanian modern dan akses pasar. Hasilnya bukan hanya peningkatan produksi, tetapi juga terjaminnya kesejahteraan petani. Contoh seperti ini membuktikan bahwa kolaborasi bukan sekadar wacana, melainkan strategi yang terbukti efektif.
Selain mempercepat pembangunan fisik, sinergi tiga pilar juga mampu menguatkan pembangunan sosial. Program pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan perempuan bisa berjalan lebih efektif jika pemerintah menyediakan fasilitas, masyarakat ikut aktif, dan swasta menyalurkan dana tanggung jawab sosial (CSR). Kolaborasi inilah yang melahirkan masyarakat lebih berdaya dan mandiri.
Tanpa kolaborasi, pembangunan akan timpang. Jika hanya pemerintah yang bekerja, keterbatasan anggaran dan birokrasi menghambat gerak. Jika hanya masyarakat yang bergerak, potensi lokal tidak akan berkembang karena minim fasilitas dan pasar. Sementara jika hanya swasta yang dominan, pembangunan berisiko lebih berpihak pada keuntungan semata tanpa memperhatikan kepentingan rakyat kecil.
Kuncinya adalah membangun kepercayaan antar pihak. Pemerintah harus transparan, masyarakat harus terbuka, dan swasta harus bertanggung jawab. Dengan kepercayaan ini, akan lahir kerja sama yang bukan hanya bersifat formalitas, melainkan kolaborasi sejati yang saling menguntungkan. Dari sinilah lahir percepatan pembangunan yang inklusif.
Pada akhirnya, pembangunan berkelanjutan bukan hanya soal infrastruktur megah, melainkan juga tentang kualitas hidup masyarakat. Kolaborasi tiga pilar menjadi jalan pintas untuk mencapainya. Dengan pemerintah sebagai pengarah, masyarakat sebagai penggerak, dan swasta sebagai pendukung, cita-cita mewujudkan kesejahteraan bersama bukan lagi sekadar impian, melainkan kenyataan yang bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.
Pangkep 2 September 2025
Herman Djide
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jurnalis Nasional Indonesia Cabang Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan