KPK Usut Dugaan Suap Emas Pejabat BUMN dari PT ASDP

2 months ago 21

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak cepat menindaklanjuti fakta yang terungkap di persidangan. Dugaan pemberian logam mulia dari jajaran direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) kepada pejabat Kementerian BUMN menjadi sorotan utama. Aroma korupsi semakin kuat, dan KPK berjanji tidak akan tinggal diam.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa tim jaksa penuntut umum akan menguliti habis keterangan saksi yang mengungkap praktik memalukan ini. Setiap celah informasi akan dianalisis mendalam untuk menemukan benang merah kejahatan.

"Keterangan-keterangan yang kita peroleh pada saat penuntutan di persidangan itu akan kita analisis, dan dari hasil analisisnya apabila ditemukan peristiwa tindak pidana korupsi baru, nanti jaksa penuntut umum akan membuat laporan perkembangan penuntutannya, " ujar Asep saat dikonfirmasi di Kantornya, Jakarta, Kamis (24/7).

"Laporan perkembangan penuntutan atas ditemukannya tindak pidana baru. Jadi, ini kita analisis, " sambung dia.

Dalam persidangan yang berlangsung, terungkap fakta yang cukup mencengangkan. Wing Antariksa, Direktur SDM PT ASDP periode 2017-2019, yang dihadirkan sebagai saksi, membeberkan bagaimana setiap direksi 'diminta' untuk menyetor uang dengan nilai yang fantastis.

Jumlahnya tidak main-main, antara Rp50 hingga 100 juta! Uang haram tersebut, menurut Wing, digunakan untuk membeli emas yang kemudian diserahkan kepada pejabat di Kementerian BUMN. Praktik 'urunan' ini diotaki oleh mantan Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi yang kini berstatus terdakwa.

"Caranya bagaimana? Apakah duitnya Ibu Ira sendiri atau dikumpulkan dari masing-masing direksi?" tanya jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (24/7).

"Setahu saya yang pertama kali diminta adalah saya dan Direktur Keuangan, kemudian juga seingat saya diminta juga Direktur Komersial, dan juga Direktur Operasi. Yang tidak diminta saat itu adalah Direktur, nyebutnya apa saya lupa, nama jabatannya apa, sebuah perencanaan, namanya kalau enggak salah satu layanan itu tidak diminta. Jadi, kami diminta mengumpulkan uang. Seingat saya jumlahnya Rp50-100 juta untuk dibelikan emas, " tutur Wing.

Saksi lain, Corporate Secretary PT ASDP, Imelda Alini Pohan, juga memberikan kesaksian yang tak kalah menarik. Ia mengaku pernah diminta oleh Ira untuk mengantarkan bingkisan emas kepada pejabat Kementerian BUMN. Namun, Imelda dengan tegas menolak permintaan tersebut.

"Jadi, saya waktu pertama kali ditelepon diminta diantar, tapi saya enggak tahu asalnya dari mana, itu sumber berasal. Saya menolak, saya tidak bersedia, dan saya sempat dibilang ini adalah cara untuk menjalin hubungan dengan pihak ketiga dan saya bilang saya tidak terbiasa seperti itu karena saya baru direkrut dari swasta ke BUMN. Itu tahun pertama saya bulan awal, saya menolak, " tutur Imelda.

Namun, kesaksian para saksi ini dibantah keras oleh Kuasa Hukum Ira Puspadewi. Mereka mengklaim tidak ada pengumpulan uang untuk membeli emas yang ditujukan kepada pejabat di Kementerian BUMN. Bantahan ini tentu akan menjadi bagian dari pertimbangan hakim dalam memutus perkara.

"Fakta yang ada, tidak ada pengumpulan uang sampai Rp50 juta per orang. Setahu saya seperti itu, " kata Kuasa Hukum Ira, Soesilo Aribowo, melalui keterangan tertulis.

Ira Puspadewi, bersama Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode Juni 2020-sekarang Harry Muhammad Adhi Caksono, dan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Muhammad Yusuf Hadi, didakwa merugikan keuangan negara dengan jumlah yang fantastis, mencapai Rp1.253.431.651.169 (Rp1, 2 triliun). Kerugian ini diduga berasal dari proses Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019-2022. Kasus ini masih bergulir dan menjadi perhatian publik, menanti babak selanjutnya dengan harapan keadilan akan ditegakkan seadil-adilnya. (Wajah Koruptor)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |