JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto dikabarkan memiliki visi besar untuk memperluas jangkauan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh tidak hanya sebatas Surabaya, Jawa Timur, tetapi hingga ke ujung timur Pulau Jawa, Banyuwangi. Gagasan ini diungkapkan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), usai menghadiri rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (3/11/2025).
"Beberapa saat yang lalu, Bapak Presiden menyampaikan kenapa tidak Jakarta-Surabaya, bahkan sampai dengan Banyuwangi. Harapannya akan membuka atau memberikan jalan bagi pemerataan pembangunan, " ujar AHY kepada wartawan, mengutip pernyataannya pada Rabu (5/11/2025).
Proyek Whoosh sendiri merupakan kolaborasi apik antara konsorsium perusahaan terbuka Indonesia, yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), dengan konsorsium perusahaan perkeretaapian dari China, Beijing Yawan HSR Co. Ltd. Keduanya kemudian membentuk perusahaan patungan, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), sebagai operator utama.
Pembiayaan proyek raksasa ini sebagian besar ditanggung oleh China Development Bank (CDB) dengan porsi pinjaman mencapai 75%. Sisa 25% merupakan setoran modal dari para pemegang saham, di mana PSBI menyumbang 60?n Beijing Yawan HSR Co. Ltd. sebesar 40%.
Struktur kepemilikan saham PSBI sendiri terbagi rata di antara BUMN karya, dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero) memegang 58, 53%, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) 33, 36%, PT Perkebunan Nusantara 1, 03%, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR) 7, 08%. Sementara itu, Beijing Yawan HSR Co. Ltd. melibatkan CREC (42, 88%), Sinohydro (30%), CRRC (12%), CRSC (10, 12%), dan CRIC (5%).
Sejak resmi beroperasi penuh pada 17 Oktober 2023, proyek yang diinisiasi kepemimpinan Presiden ketujuh RI, Joko Widodo, ini tak lepas dari bayang-bayang utang yang membengkak hingga sekitar Rp119 triliun. Dengan porsi kepemilikan 60%, beban utang yang harus ditanggung Indonesia diperkirakan mencapai Rp71, 4 triliun, sebuah angka yang cukup fantastis.
Beban utang ini tentu saja memengaruhi kinerja keuangan emiten yang terlibat langsung dalam konsorsium. PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR), misalnya, mencatat pendapatan Rp21, 08 triliun hingga akhir September 2025, mengalami penurunan tipis 6, 11% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun pendapatan tol naik, laba bersih yang diatribusikan kepada entitas induk justru tergerus 17, 33% menjadi Rp2, 72 triliun.
Di sisi lain, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) justru harus menelan pil pahit dengan membukukan kerugian bersih Rp3, 21 triliun pada periode Januari–September 2025. Angka ini berbanding terbalik dengan laba Rp741, 43 miliar yang diraih pada tahun sebelumnya. Penurunan kinerja WIKA ini seiring dengan anjloknya pendapatan bersih sebesar 27, 54%.
WIKA sendiri masih menanti kepastian pembayaran klaim senilai Rp5, 01 triliun untuk proyek Whoosh, yang tercatat sebagai piutang dalam penyelesaian kontrak. Nilai ini merupakan permohonan pembayaran atas cost overrun yang timbul selama masa konstruksi dan masih dalam tahap negosiasi alot.
Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito, menegaskan pentingnya penguatan fundamental dan dukungan pemangku kepentingan dalam menghadapi industri infrastruktur yang penuh tantangan ini. Ia menekankan perlunya komunikasi intensif dengan seluruh pihak agar langkah penguatan dan penyehatan perusahaan dapat berjalan lancar.
Sebelumnya, manajemen WIKA sempat optimis bahwa keterlibatan mereka dalam proyek kereta cepat akan menjadi pendorong positif. Mahendra Vijaya, Sekretaris Perusahaan WIKA pada periode tersebut, sempat menyatakan bahwa perseroan telah mencatatkan penjualan penuh dari nilai kontrak seiring rampungnya fase konstruksi. "Dengan selesainya fase konstruksi, menandakan tercatatnya penjualan sepenuhnya dari nilai kontrak proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung di mana WIKA mengerjakan 30?ri nilai konstruksi KCJB, " ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (10/10/2023).
Proyek Whoosh dengan nilai konstruksi mencapai US$7, 3 miliar atau sekitar Rp109, 5 triliun, memberikan porsi kerja sebesar 30?gi WIKA, yang diperkirakan meraup nilai sekitar Rp32, 85 triliun. Mahendra kala itu juga menyampaikan bahwa perbaikan kinerja keuangan menjadi fokus transformasi perusahaan, termasuk melalui strategi refocusing proyek dengan meningkatkan porsi pekerjaan dari pemerintah yang memiliki skema pembayaran progresif untuk mengelola arus kas. (PERS)















































