BANDA ACEH - Penyidik Subdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Ditreskrimsus Polda Aceh kembali mengumumkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan wastafel di lingkungan Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh tahun anggaran 2020. Kali ini, sorotan tertuju pada WN, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Besar yang masih aktif menjabat. Penetapan ini menjadi babak baru dalam penyelidikan yang terus bergulir dan menyita perhatian publik.
Proses penetapan tersangka WN tidak serta-merta dilakukan. Langkah ini diambil setelah penyidik mendapatkan persetujuan tertulis yang krusial dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), yang disalurkan melalui Gubernur Aceh. Surat izin pemeriksaan dan penyidikan bernomor 100.3/13425 tersebut diterima pada tanggal 30 September 2025, membuka jalan bagi kepolisian untuk menindaklanjuti dugaan keterlibatannya.
“Pada tanggal 30 September 2025, kami telah menerima surat Gubernur Aceh Nomor 100.3/13425 terkait izin pemeriksaan dan penyidikan terhadap WN, ” ujar Direktur Reskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol Zulhir Destrian, kepada Wartawan, Kamis (2/10/2025). Pernyataan ini menegaskan bahwa setiap langkah hukum telah diambil sesuai prosedur yang berlaku, terutama mengingat status WN sebagai anggota legislatif aktif periode 2024–2029.
Surat penetapan tersangka secara resmi diterbitkan pada Rabu, 1 Oktober 2025. Tak lama berselang, penyidik pun telah menyiapkan surat panggilan untuk agenda pemeriksaan lanjutan terhadap WN. Hal ini menunjukkan keseriusan pihak kepolisian dalam mengusut tuntas kasus ini dan mengungkap siapa saja yang bertanggung jawab atas kerugian negara.
Dalam kasus ini, WN diduga memiliki peran penting sebagai salah satu pemilik paket pengadaan langsung untuk pembuatan tempat cuci tangan dan sanitasi. Paket tersebut dialokasikan untuk 20 kegiatan di sejumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Aceh Timur. Paket ini sendiri berasal dari tersangka sebelumnya, SMY, yang kini telah berada di balik jeruji besi.
Hasil investigasi mendalam oleh penyidik mengungkap adanya sejumlah persoalan serius. Ditemukan ketidaksesuaian spesifikasi kontrak yang telah disepakati, serta kekurangan volume dalam pengerjaan proyek. Akibatnya, negara mengalami kerugian finansial yang tidak sedikit, diperkirakan mencapai Rp 411.244.479, 35. Angka ini menjadi bukti nyata dampak dari praktik korupsi yang merugikan.
Kasus ini merupakan kelanjutan dari penyelidikan yang telah lebih dulu menyasar proyek pengadaan wastafel oleh Dinas Pendidikan Aceh di masa pandemi COVID-19. Tersangka SMY, yang lebih dulu ditetapkan dan ditahan, dinilai memiliki bukti keterlibatan yang sangat kuat oleh penyidik. Polda Aceh berkomitmen untuk terus mengembangkan kasus ini, tidak menutup kemungkinan akan ada pihak-pihak lain yang turut diperiksa dan dimintai pertanggungjawaban jika terbukti terlibat dalam proses pengadaan yang cacat hukum ini. (PERS)















































