PAPUA - Di tengah riuh propaganda dan ancaman dari kelompok bersenjata TPNPB-OPM, satu hal perlu ditegaskan dengan jernih dan lugas: Kehadiran TNI di Papua bukan bentuk penindasan, tapi cerminan sah dari kehadiran negara. Sabtu 7 Juni 2025.
Dalam beberapa hari terakhir, kelompok separatis TPNPB-OPM kembali menyuarakan ancaman terhadap pembangunan pos militer TNI di wilayah Puncak Jaya dan sembilan wilayah lain yang mereka sebut sebagai “zona perang.” Tidak hanya itu, mereka juga mengultimatum masyarakat non-Papua untuk angkat kaki, serta mengancam serangan terhadap aparat TNI-Polri.
Namun narasi yang mereka bangun tidak mencerminkan realitas hukum, kemanusiaan, maupun sejarah kebangsaan Indonesia.
TNI Hadir karena Amanat Konstitusi, Bukan Ambisi Kekuasaan
Kehadiran TNI di Papua adalah langkah konstitusional yang sah dan dijamin oleh berbagai payung hukum nasional:
* UUD 1945 Pasal 30, menyebutkan TNI sebagai alat negara untuk menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.
* UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, menugaskan TNI untuk mengatasi gerakan separatis bersenjata dan mengamankan wilayah perbatasan dalam konteks OMSP (Operasi Militer Selain Perang).
* Perpres No. 66 Tahun 2019 memperkuat struktur organisasi TNI dalam menjaga stabilitas strategis di wilayah rawan konflik.
Pembangunan pos militer di wilayah seperti Puncak Jaya bukan provokasi, melainkan strategi perlindungan masyarakat, termasuk:
* Menjaga keselamatan warga sipil dari ancaman kekerasan bersenjata.
* Menjamin kelancaran pembangunan nasional di Papua.
* Mencegah aksi-aksi teror terhadap fasilitas umum dan tenaga pelayanan sipil.
Pendekatan Humanis: TNI Tak Hanya Menjaga, Tapi Juga Merawat
TNI bukan hanya hadir dengan senjata. Di Papua, mereka juga hadir dengan buku untuk anak-anak, obat untuk yang sakit, dan pelukan untuk yang takut.
Sesuai Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Papua, kehadiran TNI mencakup:
* Dukungan terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan.
* Komunikasi sosial dengan tokoh adat dan masyarakat.
* Pendampingan pembangunan infrastruktur dasar.
TNI menjalankan semua tugas ini dengan komitmen terhadap HAM, prinsip proporsionalitas, dan akuntabilitas.
Ancaman TPNPB-OPM: Bukan Aspirasi, Tapi Aksi Terorisme
Ancaman terhadap masyarakat non-Papua dan serangan terhadap guru, tenaga medis, serta pekerja pembangunan adalah bentuk nyata teror terhadap sipil, yang bertentangan dengan:
* UU No. 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme.
* Hukum Humaniter Internasional, khususnya prinsip Distinction, Proportionality, dan Precaution.
Mengklaim sebagai "pejuang kemerdekaan" sambil menyerang anak-anak sekolah dan membakar puskesmas bukan perjuangan, tapi pelanggaran berat terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Kesimpulan: Papua Butuh Kedamaian, Bukan Kebohongan
TNI hadir di Papua bukan untuk menaklukkan, tapi untuk menjamin hak dasar seluruh warga Indonesia baik asli Papua maupun pendatang agar bisa hidup aman, sehat, dan merdeka dari rasa takut.
Setiap langkah TNI adalah wujud kehadiran negara yang sah, bukan agresi. Ini adalah pengabdian yang dijalankan berdasarkan:
* Legalitas: Dilindungi konstitusi dan UU.
* Akuntabilitas: Diawasi oleh mekanisme negara.
* Profesionalitas: Berbasis pelatihan, standar HAM, dan kontrol internal.
Papua tidak butuh propaganda yang membakar kebencian. Papua butuh ketenangan, perlindungan, dan masa depan yang pasti. Di sanalah TNI berdiri.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Lieutenant Colonel Inf Iwan Dwi Prihartono