Dana Triliunan Rupiah Menganggur, 5 Bank BUMN Wajib Lapor Pemanfaatan Tiap Bulan

1 month ago 18

JAKARTA - Nasib dana pemerintah senilai Rp 200 triliun yang kini 'terparkir' di Bank Indonesia (BI) menjadi sorotan. Lima bank milik negara yang ditunjuk untuk mengelola dana triliunan rupiah ini, wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban pemanfaatannya kepada Kementerian Keuangan. Laporan bulanan ini, yang harus diserahkan paling lambat tanggal 12 setiap bulan, menjadi kunci bagi pemerintah untuk memastikan aliran dana tersebut benar-benar berputar dan mendorong denyut perekonomian masyarakat. Keputusan ini merujuk pada landasan hukum yang kuat, yakni Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025.

KMK tersebut, yang mengatur mengenai Penempatan Uang Negara dalam Rangka Pengelolaan Kelebihan dan Kekurangan Kas untuk Mendukung Pelaksanaan Program Pemerintah dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi, telah berlaku efektif sejak 12 September 2025. Peraturan ini memberikan kerangka kerja yang jelas bagi bank-bank pelat merah dalam mengoptimalkan penempatan dana negara.

"Waktu itu saya kasih tanggal 12, ya kan berarti setiap bulan lapor yang berarti tanggal 12, " ujar Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti, saat ditemui di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (3/10/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya ketepatan waktu dan transparansi dalam pengelolaan dana publik.

Lebih lanjut, Prima menjelaskan bahwa pelaporan pemanfaatan dana sebesar Rp 200 triliun ini bukan sekadar formalitas. Tujuannya sangat krusial: pemerintah perlu validasi bahwa kelima bank tersebut benar-benar mengalirkan dana ini ke sektor-sektor yang dapat menggerakkan roda ekonomi riil. Ini adalah upaya konkret untuk memastikan setiap rupiah yang ditempatkan memberikan dampak positif yang terukur.

Lima bank yang menjadi garda terdepan dalam penempatan dana ini adalah BRI yang dipercaya mengelola Rp 55 triliun, BNI dengan porsi serupa Rp 55 triliun, Bank Mandiri juga Rp 55 triliun. Sementara itu, BTN mendapatkan alokasi Rp 25 triliun, dan BSI sebesar Rp 10 triliun. Distribusi ini mencerminkan kepercayaan pemerintah terhadap kapasitas masing-masing bank dalam menjalankan mandat ekonomi.

"Jadi setiap bulan bank buat laporan. Dari situ kita lihat, kita evaluasi, dan karena penempatannya 6 bulan kemudian bisa diperpanjang jadi ini menjadi penting kararena ini penempatan loh, " tegas Prima. Fleksibilitas perpanjangan penempatan dana ini menunjukkan bahwa kinerja bank akan dinilai secara berkala, menciptakan mekanisme akuntabilitas yang berkelanjutan.

Dalam proses evaluasi yang akan dilakukan terhadap pemanfaatan dana Rp 200 triliun ini, Prima menguraikan bahwa ada sejumlah faktor krusial yang akan menjadi pertimbangan utama. Keputusan untuk menambah besaran penempatan dana atau bahkan menariknya kembali akan sangat bergantung pada hasil evaluasi ini. Pemerintah ingin memastikan dana tersebut tidak hanya tersimpan, tetapi aktif berkontribusi.

"Ya pertama kita tunggu laporannya nih, mereka pakainya bagaimana. Dipakai untuk sektor produktif apa enggak, efektif apa enggak, kan gitu, karena kalau kita taruh duit duitnya tapi enggak digerakin ke sektor riil sama saja bohong, " tuturnya dengan nada tegas. Beliau menekankan bahwa esensi dari penempatan dana ini adalah untuk menstimulasi aktivitas ekonomi riil, bukan sekadar menjadi instrumen pasif.

Prima juga menambahkan bahwa jika ditemukan adanya kendala dalam pemanfaatan dana, pemerintah siap mencari solusi alternatif. "Harus dicari lagi mungkin metode lain sehingga kita bisa dorong pertumbuhan ekonomi bisa gerak, " katanya. Selain itu, analisis terhadap pola belanja dan pola penerimaan negara juga akan menjadi indikator penting dalam pengambilan keputusan lebih lanjut. Ini menunjukkan pendekatan holistik dalam pengelolaan keuangan negara yang terintegrasi dengan kebijakan fiskal secara keseluruhan.

Read Entire Article
Karya | Politics | | |