JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. buka suara terkait polemik rangkap jabatan yang menjerat Giring Ganesha, Wakil Menteri Kebudayaan yang juga menjabat sebagai Komisaris PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk (GMF AeroAsia). Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 128/PUU-XXIII/2025 pada Kamis (28/8/2025) yang menegaskan larangan bagi wakil menteri untuk menduduki posisi komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi sorotan utama.
Corporate Secretary Garuda Indonesia, Cahyadi Indrananto, menegaskan bahwa perubahan pada jajaran pengurus perseroan sepenuhnya merupakan kewenangan dari Pemegang Saham Seri A Dwiwarna. Karenanya, maskapai pelat merah ini akan menunggu arahan lebih lanjut dari pemegang saham tersebut.
"Oleh karena itu, Garuda Indonesia dan seluruh anak perusahaan akan menunggu arahan dari Pemegang Saham Seri A Dwiwarna, " ujar Cahyadi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (29/8/2025).
Giring Ganesha sendiri resmi ditunjuk sebagai komisaris GMF AeroAsia pada 5 Juni 2025 melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Saat itu, Direktur Utama GMF, Andi Fahrurrozi, mengumumkan keputusan tersebut bersamaan dengan perubahan susunan direksi dan komisaris independen lainnya.
"RUPSLB ini juga menyetujui perubahan direksi Komisaris Independen Bapak Dian Arlan dan Komisaris Bapak Giring Ganesa Jumario, " kata Andi Fahrurrozi dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Kasus serupa juga sempat terjadi di anak perusahaan Garuda Indonesia lainnya, Citilink Indonesia. Wakil Menteri Perempuan dan Anak, Veronica Tan, ditunjuk sebagai komisaris pada 20 Juni 2025 melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hingga kini, pihak Citilink belum memberikan tanggapan resmi terkait putusan MK tersebut.
Putusan MK sebelumnya menilai Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut dinilai tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat apabila tidak diartikan bahwa menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan.
Ada tiga poin larangan utama yang ditegaskan oleh MK. Pertama, pejabat tidak boleh merangkap sebagai pejabat negara lain sesuai aturan yang berlaku. Kedua, pejabat dilarang menjabat sebagai komisaris atau direksi di perusahaan negara maupun swasta. Ketiga, pejabat dilarang menjadi pimpinan organisasi yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (Kabar Menteri)