SAMARINDA - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyambut hangat peluang besar di pasar global kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Proyeksi pasar global yang mencapai 500 miliar dolar AS pada tahun 2030 menjadi magnet tersendiri bagi Kaltim yang dinilai memiliki posisi strategis.
"Kami menyambut baik inisiatif pemerintah pusat untuk berdialog langsung, karena Kaltim, memiliki posisi strategis untuk menjadi salah satu pilar utama dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik nasional, " ujar Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Bambang Arwanto, di Samarinda, Minggu (12/10/2025).
Pernyataan ini muncul menyusul audiensi penting dengan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM. Tujuannya jelas: menggali masukan berharga dari pemerintah daerah untuk menyelaraskan kebijakan pusat dengan potensi dan kebutuhan riil di lapangan. Dialog ini krusial untuk memastikan harmonisasi kebijakan pengembangan ekosistem KBLBB.
Inisiatif ambisius ini berada di bawah payung kerja sama antara Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan dan United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia melalui proyek Enhancing Readiness for the Transition to Electric Vehicles in Indonesia (ENTREV).
Salah satu target utama dari Proyek ENTREV adalah pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara signifikan, ditargetkan mencapai 473.800 kiloton karbon dioksida (ktCO2). Ini dicapai melalui advokasi kebijakan yang terstruktur untuk membangun dan memperkuat ekosistem KBLBB dari tingkat pusat hingga ke daerah.
Pemerintah memproyeksikan kebutuhan baterai di dalam negeri hingga tahun 2034 akan mencapai angka fantastis, yaitu 392 gigawatt hour (GWh). Angka ini tidak hanya mencakup kebutuhan untuk Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, tetapi juga pasokan vital untuk mobil dan motor listrik. Lebih jauh lagi, potensi ekspor listrik dan agenda pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 100 GW turut mendorong kebutuhan masif ini.
Di kancah internasional, permintaan global untuk baterai KBLBB diproyeksikan melonjak hingga 3.500 GWh pada tahun 2030. Besarnya permintaan ini membuka peluang ekonomi yang sangat signifikan bagi Indonesia, mengingat statusnya sebagai salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, komponen krusial dalam produksi baterai.
Proyek ENTREV sendiri telah menunjukkan kemajuan nyata. Program konversi sepeda motor konvensional menjadi listrik, misalnya, telah memberikan manfaat langsung kepada lebih dari 321.000 orang di berbagai provinsi percontohan. Dari sisi penguatan kelembagaan, berbagai forum diskusi terfokus (FGD) dan lokakarya telah diselenggarakan, termasuk inisiatif kolaboratif dengan dunia akademis seperti SRECharged dan Gatrik Goes to Campus, yang bertujuan menanamkan fondasi inovasi dan mengembangkan sumber daya manusia yang kompeten untuk masa depan.
Namun, pencapaian paling fundamental dari proyek ini adalah perannya sebagai fasilitator dan pembangun jaringan yang solid. ENTREV telah berhasil menciptakan sebuah platform bersama yang mempertemukan pemerintah, sektor swasta, para ahli, dan organisasi non-pemerintah. Platform ini menjadi wadah bagi semua pihak untuk membahas tantangan dan peluang secara terbuka dan konstruktif, yang pada akhirnya meletakkan dasar bagi proses pengambilan keputusan yang lebih kolaboratif dan terinformasi dalam pengembangan ekosistem KBLBB di Indonesia. (PERS)