Kehadiran TNI di Papua: Langkah Konstitusional Menjaga Kedaulatan, Bukan Penindasan

1 month ago 17

PAPUA - Gelombang propaganda kembali dilancarkan oleh kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Mereka menolak rencana pembangunan pos militer TNI di wilayah Puncak Jaya dan sembilan wilayah lain yang mereka klaim sebagai “zona perang.” Bahkan, kelompok ini mengancam akan menyerang aparat TNI-Polri dan mengusir masyarakat non-Papua dari wilayah tersebut. Minggu (5/01/2025).

Pernyataan sepihak tersebut dinilai menyesatkan dan tidak berdasar secara hukum maupun kemanusiaan. Kehadiran TNI di Papua, termasuk pembangunan pos militer, merupakan langkah konstitusional dan legal sesuai amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Landasan Hukum Kehadiran TNI di Papua

1. UUD 1945 Pasal 30

   Menegaskan bahwa TNI adalah alat negara yang bertugas mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI

   * Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4: TNI berwenang melakukan operasi militer selain perang (OMSP), termasuk mengamankan wilayah perbatasan dan mengatasi gerakan separatis bersenjata.

   * Pasal 9: TNI berhak membangun dan memanfaatkan sarana prasarana untuk mendukung pelaksanaan tugas.

3. Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019

   Memperkuat struktur Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dalam menangani ancaman strategis dan konflik di wilayah tertentu.

Dengan dasar hukum tersebut, pembangunan pos TNI di wilayah rawan seperti Puncak Jaya merupakan bagian dari operasi pengamanan negara yang sah, bukan bentuk provokasi.

Tujuan Kehadiran TNI: Melindungi, Bukan Menindas

Kehadiran TNI di Papua bertujuan untuk:

* Menjamin keselamatan masyarakat sipil dari ancaman kekerasan;

* Memberikan perlindungan bagi pembangunan nasional;

* Mencegah penyebaran kekerasan oleh kelompok separatis bersenjata.

TNI juga menjalankan pendekatan humanis sesuai Inpres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua. Pendekatan ini diwujudkan melalui:

* Dukungan keamanan bagi pelayanan publik;

* Bantuan dalam sektor pendidikan dan kesehatan;

* Pembangunan komunikasi sosial yang inklusif dengan masyarakat adat dan seluruh komponen bangsa di Papua.

Ancaman TPNPB-OPM: Tindakan Melanggar Hukum dan HAM

Ancaman terhadap warga sipil non-Papua serta serangan terhadap guru, tenaga medis, dan pekerja pembangunan merupakan pelanggaran berat terhadap:

* UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme, yang menyebut tindakan kekerasan terhadap masyarakat sipil sebagai tindak pidana terorisme;

* Hukum Humaniter Internasional, khususnya prinsip:

  * Distinction (membedakan kombatan dan sipil),

  * Proportionality (meminimalkan korban sipil),

  * Precaution (mencegah serangan membabi buta).

Dengan demikian, aksi TPNPB-OPM tidak hanya melanggar hukum nasional, tetapi juga melanggar hukum internasional.

TNI: Profesional, Legal, dan Humanis

Negara melalui TNI hadir di Papua bukan untuk menindas, tetapi menegakkan kedaulatan dan melindungi seluruh warga negara. Setiap langkah TNI dijalankan berdasarkan:

* Legalitas, sesuai konstitusi dan UU;

* Akuntabilitas, dengan pengawasan internal dan eksternal;

* Profesionalitas, berlandaskan prinsip HAM dan hukum humaniter.

Kesimpulan

Kehadiran TNI di Papua adalah manifestasi nyata dari kehadiran negara. Melalui pendekatan keamanan dan kemanusiaan, TNI memastikan rakyat Papua mendapatkan perlindungan, keadilan, dan kesejahteraan.

Sementara itu, propaganda separatis yang menebar ketakutan dan memecah belah persatuan harus ditolak bersama. Tidak ada tempat bagi kekerasan dalam negara hukum.

TNI akan terus berdiri di garis depan menjaga kedamaian dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Authentication:

Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Karya | Politics | | |