JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuat gebrakan. Kali ini, sasarannya adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama (Kemenag) di Depok, Jawa Barat. Rumah sang ASN digeledah pada Jumat (15/8/2025), terkait dengan dugaan korupsi penentuan kuota haji 2024. Penggeledahan ini tentu membuat banyak pihak terkejut dan bertanya-tanya, seberapa dalam keterlibatan oknum tersebut?
"Hari ini melakukan penggeledahan di dua lokasi, yang pertama di Depok, salah satu rumah dari ASN di Kementerian Agama, " kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat.
Dari penggeledahan itu, tim penyidik KPK berhasil mengamankan satu unit mobil. Mobil ini diduga kuat memiliki kaitan erat dengan praktik korupsi yang sedang diusut.
"Tim mengamankan di antaranya satu unit kendaraan roda empat, " ujar Budi Prasetyo.
Tak hanya di Depok, KPK juga bergerak cepat menggeledah kediaman eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta Timur pada hari yang sama. Langkah ini menunjukkan keseriusan KPK dalam membongkar kasus korupsi yang diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah. Tujuan dari penggeledahan ini adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin bukti dan petunjuk yang dapat membantu mengungkap kebenaran.
"Ini masih berlangsung, nanti akan kami sampaikan update-nya apa saja yang diamankan, " ucap Budi Prasetyo.
KPK saat ini tengah fokus menyidik dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama, yang terjadi pada masa kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Diduga, terdapat penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. Kasus ini mencuat setelah adanya temuan bahwa pembagian kuota haji tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Menurut Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus seharusnya ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler sebesar 92 persen. Artinya, dari 20.000 kuota tambahan, seharusnya 18.400 dialokasikan untuk haji reguler dan 1.600 untuk haji khusus.
Namun, dalam praktiknya, aturan tersebut diduga tidak dijalankan sebagaimana mestinya oleh Kementerian Agama. KPK menduga ada praktik korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai angka fantastis, yaitu Rp 1 triliun. Angka ini tentu sangat memprihatinkan, mengingat dana tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umat dan perbaikan fasilitas haji.
Untuk memperlancar proses penyidikan, KPK telah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri. Mereka adalah eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, eks staf khusus Yaqut bernama Ishfah Abidal Aziz, dan seorang pengusaha biro perjalanan haji dan umrah bernama Fuad Hasan Masyhur. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa para pihak terkait tidak melarikan diri dan bersedia memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh penyidik.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia perhajian Indonesia. Masyarakat berharap KPK dapat mengungkap seluruh jaringan korupsi yang terlibat dan membawa para pelaku ke pengadilan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kuota haji adalah kunci untuk mencegah praktik korupsi serupa di masa depan. Semoga dengan adanya pengungkapan kasus ini, ibadah haji di Indonesia bisa semakin bersih dan terpercaya. (Wajah Koruptor)