Rektor USU Mangkir Panggilan KPK, Terancam Jemput Paksa

1 month ago 16

JAKARTA - Pemeriksaan kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara semakin memanas. Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Muryanto Amin, diketahui telah dua kali tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Situasi ini membuat KPK mempertimbangkan langkah lebih tegas.

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya akan menempuh upaya penjemputan paksa jika Muryanto Amin terus bersikap tidak kooperatif. "Ini sudah dipanggil waktu itu dua kali ya kalau tidak salah? Ya tentu nanti ditunggu saja. Penyidik tentunya akan melakukan upaya-upaya yang diperbolehkan secara undang-undang. Untuk memaksa yang bersangkutan bisa memberikan keterangan kepada kami, " ujar Asep kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (1/10/2025).

Asep menjelaskan bahwa penyelidik KPK memiliki kewenangan untuk melakukan upaya paksa terhadap saksi yang mangkir panggilan sebanyak dua kali. Hal ini dilakukan demi memastikan keterangan saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumut dapat diperoleh. "Supaya yang bersangkutan bisa hadir dan bisa memberikan keterangan kepada penyelidik. Ditunggu saja, " terang Asep.

Sebelumnya, hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak. Ia mengonfirmasi bahwa upaya paksa akan dilakukan jika Rektor USU Muryanto Amin kembali tidak hadir dalam pemanggilan ketiga. "Dipanggil kedua kali, dipanggil ketiga kali, " kata Johanis Tanak, dilansir detikSumut, Selasa (30/9). Ia menambahkan, jika Muryanto Amin tidak hadir pada pemanggilan ketiga, maka akan diterapkan upaya paksa sesuai prosedur Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Ketiga kali dipanggil (tidak hadir), ikuti KUHAP, upaya paksa, itu yang dilakukan, " jelasnya.

Asep Guntur Rahayu sebelumnya juga telah menguraikan tujuan KPK memanggil Rektor USU. KPK berupaya mendalami kemungkinan keterlibatan Muryanto Amin dalam lingkaran kasus korupsi pengadaan jalan tersebut. Pendalaman ini termasuk untuk mengerti apakah Muryanto direkrut berdasarkan keahliannya atau karena kedekatan personal. "Ya kita itu yang akan kita perdalam. Apakah dia memang di hire itu karena expert. Karena memang keahliannya di bidang penganggaran atau kah ada masalah lain, " ucap Asep. Ia menambahkan, "Ada hal lain gitu yang maksudnya begini. Ternyata dia bukan expert. Bukan apa tapi karena kedekatan gitu. Nah itu yang akan kita dalami dari yang bersangkutan."

Kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumut ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK. Setelah serangkaian pemeriksaan, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Kelimanya adalah Topan Ginting (TOP), Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut; Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut; Heliyanto (HEL), PPK Satker PJN Wilayah I Sumut; M Akhirun Pilang (KIR), Direktur Utama PT DNG; dan M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), Direktur PT RN.

Topan Ginting diduga berperan dalam mengatur perusahaan swasta pemenang lelang proyek demi keuntungan ekonomi. KPK menduga Topan dijanjikan menerima *fee* senilai Rp 8 miliar dari pihak swasta yang memenangkan proyek jalan senilai Rp 231, 8 miliar tersebut. Lebih lanjut, KPK menyatakan bahwa Akhirun dan Rayhan telah menarik dana sebesar Rp 2 miliar yang diduga akan dibagikan kepada pejabat yang membantu mereka memenangkan proyek. (PERS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |