Anak-Anak Papua Terkepung Ketakutan: Guru dan Tenaga Kesehatan Dihalau OPM

2 weeks ago 14

PAPUA - Di tengah heningnya pegunungan dan sunyinya lembah pedalaman Papua, suara tawa anak-anak yang seharusnya riuh di ruang kelas dan posyandu, kini berganti dengan keheningan penuh kekhawatiran. Kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus menjadi batu sandungan utama bagi pemenuhan hak dasar anak-anak Papua: pendidikan dan kesehatan. Senin 26 Mei 2025.

Di sejumlah wilayah seperti Nduga, Intan Jaya, dan Pegunungan Bintang, keberadaan guru dan tenaga kesehatan semakin langka. OPM secara terang-terangan menolak kehadiran mereka, bahkan mengusir dengan dalih tak berdasar menuduh para pengajar dan petugas medis sebagai “mata-mata negara.”

Pdt. Markus Yigibalom, tokoh masyarakat di Intan Jaya, mengungkapkan keprihatinannya.

“Kami sedih. Anak-anak kami ingin belajar dan sembuh saat sakit, tapi para guru dan tenaga medis takut datang karena ancaman OPM. Padahal mereka datang untuk membantu, ” ungkapnya dengan suara lirih, Senin (26/5/2025).

Yulianus Mabel, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nduga, menyebut bahwa selama tiga tahun terakhir, puluhan guru harus ditarik ke wilayah aman karena kerap diintimidasi.

“Bagaimana anak-anak bisa bermimpi jika guru saja tak bisa tinggal? Ini pelanggaran hak anak dalam bentuk yang paling nyata, ” tegas Yulianus.

Tak hanya pendidikan yang terancam. Tenaga medis yang membawa layanan imunisasi, pengobatan ibu hamil, dan bantuan kesehatan dasar juga mengalami nasib serupa. Mereka dicegat di jalan, bahkan diusir dengan todongan senjata.

Kelompok OPM yang mengklaim berjuang untuk rakyat Papua justru menghalangi program-program kemanusiaan, merampas harapan anak-anak yang hanya ingin belajar dan tumbuh sehat.

Maria Duwitau, aktivis kemanusiaan lokal, menyuarakan kekecewaannya.

“Anak-anak ini tidak butuh senjata. Mereka butuh buku, guru, dan pelayanan kesehatan. Jika OPM benar peduli, dukunglah mereka, bukan malah mengusir orang-orang yang datang membawa harapan.”

Pemerintah daerah bersama aparat keamanan terus berusaha membuka akses dan membangun rasa aman agar layanan dasar bisa kembali hadir di tengah rakyat. Namun, selama kekerasan dan teror masih menjadi alat komunikasi OPM, masa depan anak-anak Papua tetap dalam bayang-bayang.

OPM bukan lagi simbol perlawanan, tapi potret ancaman nyata terhadap masa depan generasi Papua. (***/Red)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |