JAKARTA — Kondisi keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali jadi sorotan. Dari total 1.046 BUMN yang tersebar di seluruh Indonesia, nyaris 97 persen dividen yang disetorkan ke negara hanya berasal dari delapan perusahaan pelat merah. Angka itu menjadi catatan serius bagi pemerintah dalam mereformasi pengelolaan BUMN ke depan.
Chief Operation Officer Danantara, Dony Oskaria, mengungkapkan bahwa saat ini sekitar 52 persen dari total BUMN berada dalam kondisi rugi. Kerugian yang ditanggung mencapai Rp50 triliun per tahun. Ia menyebut hal ini sebagai PR besar yang tengah dikerjakan secara menyeluruh.
"Ini PR yang kita lakukan, kita lakukan reviews, " ujar Dony dalam Special Talkshow - Nota Keuangan & RAPBN 2026, Jumat (15/8/2025).
Meski begitu, bukan berarti semua sisi kinerja BUMN terpuruk. Sepanjang tahun 2024, pendapatan konsolidasi BUMN mencatat pertumbuhan positif sebesar 6, 6 persen secara tahunan (yoy), mencapai Rp3.128 triliun. Namun, laba bersih konsolidasi justru terkoreksi turun 7, 03 persen menjadi Rp304 triliun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Dengan laba tersebut, Danantara diperkirakan akan menerima dividen sekitar Rp114 triliun dari tahun buku 2024. Sebagai lembaga pengelola investasi negara, Danantara memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan dana yang dikelola tidak hanya bertahan, tapi juga bertumbuh.
"Karena di Danantara saya harus memastikan bahwa modal ini ada dan bertambah. Berbeda dengan di bisnis ventura atau bisnis private equity, ini bukan hanya uang saya tapi juga uang orang lain, uang institusi, " tegas Chief Investment Officer Danantara, Pandu Sjahrir.
Pandu menekankan bahwa pengelolaan dana investasi harus ditempatkan pada bisnis yang sudah matang dan memiliki kinerja teruji. Meski terbuka terhadap perusahaan rintisan, ia mengaku belum memiliki parameter risiko yang memadai untuk memasukkan bisnis berisiko tinggi ke dalam portofolio investasi negara.
"Saya belum memiliki parameter yang baik untuk risiko usaha yang berisiko, " ucapnya. (Danantara)