JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuka penyelidikan terhadap dugaan praktik tidak transparan dalam pembagian kuota ibadah haji tahun 1445 H atau 2024 M. Informasi yang beredar menyebutkan adanya perubahan status jamaah dari haji furoda menjadi haji khusus, serta haji khusus yang kemudian dijadikan setara dengan haji reguler.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini tengah mengecek sejumlah informasi yang diterima dari para jemaah haji. “Ini yang sedang kami dalami. Kemungkinan-kemungkinan ini nanti juga kami cek ya, ” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Menurutnya, ada jemaah yang mendaftar sebagai haji furoda—kategori dengan biaya lebih tinggi—namun mendapat fasilitas setara haji khusus. Sebaliknya, ada juga yang terdaftar sebagai haji khusus tetapi fasilitas yang diberikan sama dengan haji reguler. “Ada yang daftarnya itu haji furoda. Ini lebih mahal lagi furoda, tetapi barengnya sama haji khusus (fasilitasnya). Ada haji khusus, tetapi barengnya sama yang reguler, seperti itu, ” jelasnya.
Perubahan status tersebut diduga terjadi akibat pembagian kuota haji yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. Pasal ini mengatur bahwa dari total kuota, hanya 8 persen yang dialokasikan untuk haji khusus, dan sisanya untuk haji reguler. Namun setelah Indonesia menerima tambahan 20.000 kuota dari Pemerintah Arab Saudi, terjadi pembagian 50:50 yang memunculkan pertanyaan besar.
“Ini pasti juga terkait dengan ketersediaan fasilitas, dan lain-lain gitu ya. Fasilitas dan lain-lain yang ada di sana (Arab Saudi), ” tambah Asep.
Penyidikan dimulai pada 9 Agustus 2025, hanya dua hari setelah KPK memeriksa mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. KPK juga menjalin koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung potensi kerugian negara akibat dugaan penyimpangan tersebut.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengungkapkan hasil awal perhitungan kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Langkah pencegahan pun diambil, termasuk pencekalan tiga orang untuk tidak bepergian keluar negeri, salah satunya mantan Menag Yaqut.
Selain KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah anomali. Salah satunya adalah pembagian kuota tambahan 20.000 jemaah secara setara antara haji reguler dan khusus, yang dinilai tidak sejalan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. (Wajah Koruptor)