INTAN JAYA - Harapan akan kedamaian di tanah Papua kembali terguncang. Dalam serangkaian aksi brutal, Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus menebar teror melalui penembakan terhadap warga sipil tak bersalah. Distrik Homeyo, Kabupaten Intan Jaya, menjadi saksi bisu kekejaman terbaru seorang warga tewas ditembak saat sedang mencari hasil hutan. Ia meninggal seketika, tanpa sempat memahami alasan di balik peluru yang merenggut nyawanya. Selasa 27 Mei 2025.
Tak ada perang, tapi rakyat jadi korban.
“Dulu mereka mengaku berjuang untuk rakyat Papua. Tapi sekarang, rakyat Papua yang mereka bunuh, ” kata Markus Mote, tokoh masyarakat Intan Jaya. “Ini bukan perjuangan, ini kejahatan kemanusiaan.”
Kekerasan yang kian sering terjadi telah menciptakan rasa takut massal. Warga enggan berkebun, anak-anak tidak berani ke sekolah, dan ekonomi masyarakat lumpuh karena aktivitas sehari-hari terhenti.
Pdt. Yonas Tabuni, Ketua Dewan Gereja Papua, menyesalkan tindakan yang disebutnya sebagai kebrutalan atas nama ideologi.
“Tuhan tidak pernah mengajarkan membalas derita dengan darah. Menembak warga tak berdosa bukan perjuangan, tapi pengkhianatan terhadap nilai kemanusiaan, ” ujarnya tegas.
Sementara itu, Melkius Nawipa, tokoh pemuda Papua, menyampaikan suara generasi muda yang semakin putus asa melihat realitas kekerasan yang merenggut masa depan mereka.
“Kami ingin sekolah, bekerja, membangun tanah kami. Tapi bagaimana bisa bermimpi jika terus dihantui suara tembakan?” ucapnya pilu.
Aparat keamanan telah memperketat patroli dan meningkatkan pengamanan di titik-titik rawan. Namun, warga Papua berharap lebih dari sekadar keamanan bersenjata. Mereka menuntut pendekatan yang berpihak pada rakyat pendidikan, pelayanan kesehatan, pembangunan desa, dan ruang dialog damai.
Papua sedang menangis, bukan karena lemah, tapi karena luka terus dibiarkan menganga. Setiap peluru yang ditembakkan ke dada rakyat sipil, adalah peluru yang juga menghantam semangat persatuan dan masa depan Indonesia. (***/Red)