PAPUA - Pernyataan provokatif kembali dilontarkan oleh kelompok bersenjata yang menamakan diri mereka sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Mereka menolak pembangunan pos militer di Puncak Jaya dan delapan wilayah lainnya yang mereka klaim sebagai “zona perang”, bahkan mengancam akan melakukan serangan terhadap aparat TNI-Polri serta mengultimatum masyarakat non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut. Senin 26 Mei 2025.
Pernyataan dan ancaman tersebut bukan hanya menyesatkan, tetapi juga bertentangan dengan prinsip hukum dan kemanusiaan. Kehadiran TNI di Papua bukanlah tindakan represif, melainkan mandat konstitusional yang sah, bertujuan menjaga kedaulatan dan melindungi seluruh rakyat Indonesia dari ancaman kekerasan separatis.
Pembangunan pos militer di wilayah rawan seperti Puncak Jaya merupakan bagian dari strategi pengamanan negara yang legal dan dibenarkan oleh sejumlah regulasi:
* UUD 1945 Pasal 30: Menyebutkan bahwa TNI adalah alat negara untuk menjaga keutuhan NKRI dan keselamatan bangsa.
* UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI:
* Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4: Memberikan kewenangan TNI untuk melaksanakan operasi selain perang, termasuk mengatasi separatisme.
* Pasal 9: Memberikan dasar legal pembangunan sarana dan prasarana untuk mendukung tugas militer.
* Perpres No. 66 Tahun 2019: Memperkuat peran Kogabwilhan dalam menghadapi ancaman strategis nasional.
Dengan dasar tersebut, pembangunan pos TNI adalah bagian dari upaya sah negara untuk:
* Menjaga keselamatan masyarakat sipil,
* Melindungi jalannya pembangunan nasional, dan
* Mencegah meluasnya kekerasan oleh kelompok separatis bersenjata.
Kehadiran TNI di Papua bukan sekadar operasi militer, tetapi juga bagian dari pembangunan sosial. Hal ini diperkuat oleh Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua. Tugas TNI diperluas untuk:
* Memberikan rasa aman bagi masyarakat,
* Mendukung layanan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur,
* Membangun komunikasi sosial yang inklusif dan partisipatif.
Dalam setiap operasi, TNI mengedepankan prinsip profesionalisme, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap HAM, sejalan dengan Hukum Humaniter Internasional.
Aksi-aksi TPNPB, termasuk penyerangan terhadap tenaga medis, guru, pekerja pembangunan, hingga pembakaran fasilitas umum, telah melanggar hukum nasional dan internasional. Tindakan mereka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme berdasarkan:
* UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme,
* Prinsip hukum humaniter internasional seperti distinction, proportionality, dan precaution yang jelas dilanggar dalam serangan membabi buta terhadap warga sipil.
Negara melalui TNI hadir di Papua untuk melindungi, bukan menindas. Kehadiran TNI adalah cermin kehadiran negara dalam menjamin hak-hak dasar setiap warga negara, termasuk masyarakat asli Papua. TPNPB-OPM melalui kekerasan dan propaganda separatisme mencoba merusak kedamaian yang sedang dibangun.
Tidak ada ruang bagi teror dan disinformasi dalam negara hukum. TNI akan terus menjalankan tugasnya secara profesional, konstitusional, dan dengan komitmen penuh terhadap HAM, demi Papua yang aman, damai, dan sejahtera dalam bingkai NKRI.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono