Palu-Sulawesi - Tengah //Komunitas Anti Korupsi Sulawesi Tengah (KAK Sulteng) mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas sejumlah pengeluaran anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2024.
Langkah ini diambil menyusul temuan awal yang mengindikasikan kejanggalan dalam beberapa proses pengadaan barang dan jasa, di mana identitas penyedia jasa untuk puluhan paket pekerjaan tidak dapat dilacak dalam sistem monitoring resmi pemerintah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), KAK Sulteng telah menyurati Sekretariat DPRD setempat pada 4 Agustus 2025 lalu. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi yang diterima.
Dalam suratnya, KAK Sulteng menyoroti empat klaster pengadaan dengan nilai total mencapai miliaran rupiah yang dianggap bermasalah:
1. Klaster Makan dan Minum (Nilai Total: Rp 7, 39 Miliar): Data KAK Sulteng mencatat 46 paket pengadaan. Sebanyak 39 paket (senilai Rp 1, 53 miliar) menggunakan metode Penunjukan Langsung, dan 7 paket (senilai Rp 5, 85 miliar) melalui E-Purchasing.
Titik Kritis: Hasil penelusuran di Aplikasi Monitoring dan Evaluasi Lokal (AMEL) Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) tidak menemukan informasi nama dan alamat penyedia jasa untuk semua paket ini. KAK Sulteng meminta identitas lengkap semua penyedia.
2. Klaster Pemeliharaan dan Interior Gedung B (Nilai Total: Rp 13, 03 Miliar): Klaster ini menunjukkan beberapa kejanggalan utama:
· Rehabilitasi Gedung B: Pagu awal proyek senilai Rp 6, 33 miliar membengkak dalam realisasinya menjadi Rp 10, 35 miliar, atau terjadi kenaikan sebesar Rp 4, 01 miliar. Pekerjaan didominasi oleh CV. Wahana Cipta Marga (dua paket senilai total Rp 8, 18 miliar) dan CV. Bintang Sejati (Rp 1, 96 miliar). KAK Sulteng meminta klarifikasi dasar hukum penambahan anggaran yang signifikan ini.
· Pengadaan Karpet & Interior: Untuk paket pengadaan karpet dan vinyl senilai Rp 1, 66 miliar serta interior ruang anggota senilai Rp 1, 8 miliar, informasi penyedia jasa juga tidak tercantum di LPSE. KAK Sulteng meminta rincian item kegiatan dan identitas penyedia.
3. Klaster Pengadaan Karpet (Nilai Total: Rp 4, 21 Miliar): Pola serupa terulang. Keempat paket karpet yang dinyatakan menggunakan metode E-Purchasing tidak dapat dilacak informasinya di sistem AMEL LPSE. KAK Sulteng meminta detail lokasi pemasangan serta nama dan alamat semua penyedia jasa.
4. Klaster Meubeler Rumah Jabatan (Nilai Total: Rp 2, 25 Miliar): Empat paket pengadaan meubeler juga tidak menunjukkan informasi penyedia jasa dalam sistem. KAK Sulteng meminta spesifikasi barang dan identitas penyedia.
Marwan, Koordinator KAK Sulteng, menegaskan bahwa permintaan ini merupakan bagian dari hak publik dan peran serta masyarakat dalam pengawasan. "Prinsip keterbukaan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah mutlak. Kami mendorong Sekretariat DPRD untuk menunjukkan komitmen terhadap good governance dengan membuka informasi ini secara proaktif, " tegasnya.
Ia juga menyinggung visi Pemerintah Daerah. "Kami berharap ini sejalan dengan program BERANI, khususnya 'Berani Berintegritas', yang dicanangkan Bapak Gubernur. Transparansi adalah fondasi utama integritas, " ujar Marwan.
Hingga berita ini di tayangkan, Rahmi, Sekretaris DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, belum memberikan tanggapan resmi terkait surat dan temuan Komunitas KAK Sulteng saat dimintai konfirmasi.