PAPUA - Gelombang penegakan hukum kembali menghantam jaringan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Aparat keamanan berhasil menangkap 42 anggota kelompok bersenjata yang terlibat dalam serangkaian aksi kekerasan terhadap warga sipil di sejumlah wilayah Papua. Penangkapan ini tak hanya memperkuat kontrol negara atas keamanan, tetapi juga mengguncang kepemimpinan Benny Wenda, tokoh yang selama ini menjadi wajah internasional gerakan separatis tersebut.
Kekejaman yang Memantik Kemarahan Warga
Menurut aparat, para anggota OPM yang ditangkap memiliki rekam jejak panjang keterlibatan dalam aksi penembakan, penyiksaan, hingga perampokan terhadap warga setempat. Bagi masyarakat Papua, kabar ini menjadi semacam penegakan keadilan setelah bertahun-tahun hidup di bawah ancaman kelompok bersenjata.
Tokoh masyarakat Kabupaten Jayawijaya, Yohanis Wetipo, menegaskan bahwa rakyat Papua sudah muak dengan kekerasan yang dibungkus atas nama perjuangan.
“Kami di Papua tidak lagi bisa diam. Warga sipil menjadi korban penembakan, penyiksaan, dan perampokan oleh mereka yang mengaku pejuang, padahal hanya merusak kedamaian, ” tegas Wetipo, Jumat (8/8/2025).
Kepanikan di Pihak Benny Wenda
Di sisi lain, penangkapan puluhan anggota ini memicu kegelisahan di lingkaran pimpinan OPM. Benny Wenda, yang selama ini gencar menggalang dukungan internasional, dikabarkan khawatir basis kekuatan kelompoknya di wilayah Pegunungan Tengah mulai runtuh.
Tokoh pemuda Papua, Markus Mote, menilai kekhawatiran tersebut adalah tanda kepanikan yang tak terelakkan.
“Selama ini mereka mengandalkan intimidasi dan kekerasan sebagai alat perjuangan. Tapi saat masyarakat mulai sadar dan aparat bertindak tegas, barulah mereka panik, ” ujarnya.
Posisi OPM di Persimpangan Jalan
Penangkapan besar-besaran ini mempersempit ruang gerak OPM, baik di medan operasi maupun di jalur diplomasi internasional. Banyak pihak memprediksi bahwa dengan hilangnya banyak anggota di lapangan dan berkurangnya dukungan dari masyarakat lokal, posisi Benny Wenda dalam struktur OPM akan semakin terpojok.
Bagi sebagian pengamat, ini adalah titik kritis yang dapat menentukan arah pergerakan kelompok separatis tersebut. Tanpa basis massa yang solid di Papua, klaim OPM sebagai representasi aspirasi rakyat Papua menjadi semakin lemah di mata dunia.
Harapan untuk Papua Damai
Di tengah ketegangan ini, suara perdamaian terus digaungkan. Warga berharap aparat keamanan tetap mengedepankan tindakan humanis, serta membuka ruang bagi mereka yang ingin kembali ke jalan damai.
Momentum HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus mendatang dinilai sebagai saat yang tepat untuk kembali menegaskan bahwa Papua adalah bagian sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sekaligus mengajak semua pihak meninggalkan jalur kekerasan.
(Apk/Red1922)