PANGKEP SULSEL– Desa mandiri adalah desa yang mampu membiayai seluruh kebutuhan pembangunan dan pelayanan masyarakatnya dari Pendapatan Asli Desa (PADes) yang bersumber dari potensi lokal. Hal ini ditegaskan H. Muhammad Ali Fikri, dosen salah satu perguruan tinggi di Makassar, saat ditemui di Warkop Puang Bos beberapa hari lalu dalam acara diskusi warkop yang membahas arah pembangunan desa.
Menurutnya, desa mandiri tidak bergantung penuh pada bantuan pemerintah pusat atau provinsi. Desa justru harus mengoptimalkan aset yang dimiliki, seperti pertanian, perikanan, pariwisata, kerajinan, maupun usaha milik desa (BUMDes). “Kemandirian ini mencerminkan kekuatan ekonomi desa yang tumbuh dari partisipasi dan kreativitas warganya, ” ujarnya.
Ali Fikri menekankan, potensi lokal adalah sumber utama PADes yang jika dikelola secara baik dan berkelanjutan dapat memberikan dampak besar. Produk pertanian, hasil laut, maupun kerajinan tangan desa bisa dipasarkan secara luas, bahkan hingga ke pasar nasional. “Kuncinya ada di manajemen, inovasi, dan kemauan masyarakat untuk mengembangkan usaha bersama, ” tambahnya.
Dana dari PADes, kata dia, sebaiknya digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, program sosial, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta pengelolaan lingkungan. Dengan begitu, siklus ekonomi desa akan berjalan sehat, karena keuntungan dan manfaat kembali ke warga desa itu sendiri.
Selain aspek ekonomi, desa mandiri juga harus memiliki pemerintahan yang transparan dan partisipatif. Masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, sehingga pembangunan yang dilakukan sesuai kebutuhan nyata di lapangan. “Jangan sampai dana desa hanya jadi rutinitas proyek, tapi tidak berdampak langsung pada kesejahteraan, ” tegasnya.
Ia menyebut bahwa desa yang mandiri secara finansial akan memiliki rasa percaya diri lebih tinggi. Desa tidak mudah dipengaruhi kepentingan luar yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. “Kalau desa bisa hidup dari potensi sendiri, mereka bisa menentukan arah pembangunannya tanpa tekanan, ” jelasnya.
Kemandirian desa juga berpengaruh terhadap daya tawar. Desa yang kuat ekonominya dapat menjalin kerja sama dengan pihak luar dalam posisi sejajar, bukan sebagai pihak yang sekadar menunggu bantuan. “Ini akan mengubah mental masyarakat dari ‘penerima bantuan’ menjadi ‘penghasil manfaat’, ” ungkapnya.
Baik, saya buatkan berita 13 paragraf tentang ciri-ciri desa mandiri dengan sumber H. Muhammad Ali Fikri, M.Si, dosen salah satu universitas di Makassar, dalam format berita yang rapi dan meng
Desa mandiri bukan hanya istilah, melainkan gambaran ideal sebuah desa yang mampu mengelola sumber daya dan kebutuhan warganya tanpa ketergantungan berlebihan pada bantuan luar. Hal itu disampaikan H. Muhammad Ali Fikri, M.Si, dosen salah satu universitas di Makassar, saat ditemui usai menjadi pembicara pada seminar pembangunan pedesaan, Sabtu (9/8/2025).
Menurutnya, desa mandiri dicirikan oleh kemampuan masyarakatnya untuk mengelola potensi alam, sosial, dan ekonomi secara optimal. “Desa mandiri itu bisa berdiri di atas kaki sendiri, baik dari segi ekonomi, pangan, maupun pelayanan dasar bagi warganya, ” ujarnya.
Selain itu, desa mandiri mampu memanfaatkan potensi lokal secara maksimal. Sumber daya alam seperti tanah subur, hasil laut, hutan, dan pariwisata alam perlu dikelola secara bijak dan berkelanjutan. “Produk unggulan desa harus diolah dan dipasarkan, bahkan bisa menembus pasar nasional dan internasional, ” jelasnya.
Kemandirian pangan juga menjadi indikator penting. Desa mandiri seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pangan pokok warganya sendiri tanpa harus bergantung sepenuhnya pada pasokan dari luar daerah. Sistem pertanian yang berkelanjutan dan inovatif sangat diperlukan.
Di bidang pemerintahan, transparansi dan partisipasi masyarakat adalah kunci. Menurut Ali Fikri, pemerintah desa harus mampu menyusun perencanaan pembangunan berbasis musyawarah dan melibatkan semua lapisan warga. “Kebijakan harus berpihak pada kemajuan desa, bukan sekadar proyek tahunan, ” katanya.
Nilai-nilai sosial seperti gotong royong, solidaritas, dan kearifan lokal menurutnya tidak boleh hilang. Warga yang saling membantu dalam kegiatan sosial dan pembangunan akan memperkuat ikatan kebersamaan. “Kekuatan desa itu ada pada rasa memiliki dan kebersamaan warganya, ” tambahnya.
Pengelolaan lingkungan yang baik juga menjadi bagian penting dari desa mandiri. Ali Fikri menegaskan bahwa kelestarian hutan, sungai, rawa, dan lahan produktif harus dijaga. “Kalau lingkungan rusak, kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat desa pasti akan terganggu, ” tegasnya.
Ia berharap konsep desa mandiri ini benar-benar dipahami dan diterapkan oleh pemerintah desa maupun masyarakat. “Bukan sekadar label atau penghargaan, tapi benar-benar terwujud dalam kehidupan sehari-hari, ” ujarnya.
Ali Fikri juga mengajak perguruan tinggi, LSM, dan sektor swasta untuk bersinergi mendukung pembangunan desa. Menurutnya, kolaborasi lintas sektor akan mempercepat terwujudnya desa mandiri yang sejahtera.
“Kalau desa kuat dan mandiri, otomatis akan mengurangi arus urbanisasi. Kota menjadi lebih seimbang, desa pun berkembang. Ini bukan hanya impian, tapi target nyata yang bisa kita capai bersama, ” pungkasnya
Ali Fikri juga mencontohkan beberapa desa di Sulawesi Selatan yang sudah memanfaatkan potensi alam dan budaya untuk membangun ekonomi lokal. Ada desa yang sukses mengembangkan wisata alam, ada pula yang fokus pada pengolahan hasil laut dan perkebunan. “Modelnya bisa berbeda-beda, tapi prinsipnya sama: memaksimalkan potensi lokal, ” katanya.
Menurutnya, perguruan tinggi juga harus ikut berperan dalam mendorong desa mandiri. Bentuknya bisa berupa pendampingan, pelatihan kewirausahaan, hingga riset inovasi teknologi tepat guna. “Sinergi antara kampus, pemerintah, dan masyarakat adalah kunci percepatan, ” tambahnya.
Ia mengingatkan, kemandirian desa bukan berarti menutup diri dari bantuan, melainkan memposisikan bantuan sebagai penguat, bukan penopang utama. “Bantuan sebaiknya diarahkan untuk mempercepat pengelolaan potensi yang sudah ada, bukan membuat ketergantungan baru, ” jelasnya.
Ali Fikri menilai, jika semakin banyak desa di Indonesia yang mandiri, arus urbanisasi ke kota bisa ditekan. Masyarakat akan memilih tinggal dan membangun di desa karena peluang ekonomi tersedia di sana. “Kota tidak akan terlalu padat, desa pun akan lebih hidup, ” katanya.
Di akhir diskusi warkop tersebut, ia mengajak semua pihak untuk memandang desa bukan sekadar wilayah yang membutuhkan bantuan, tetapi sebagai pusat pertumbuhan baru. “Kalau kita membangun desa dengan serius, kita sedang membangun masa depan bangsa, ” pungkasnya.