PAPAU - Keberadaan kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) semakin dilihat sebagai ancaman nyata yang mengganggu kedamaian, pembangunan, dan kehidupan sosial masyarakat di Tanah Papua. Aksi kekerasan yang terus menerus dilakukan oleh kelompok ini mulai dari penembakan terhadap warga sipil, pembakaran fasilitas umum, hingga penyebaran propaganda permusuhan semakin memperburuk kondisi dan menambah ketakutan di kalangan masyarakat. Selasa 8 Juli 2025.
Tokoh adat dari Kabupaten Nduga, Yulianus Telenggen, menyatakan bahwa OPM saat ini tidak lagi mewakili aspirasi rakyat Papua, tetapi malah menjadi ancaman yang menghancurkan masa depan masyarakat.
"Dulu mereka berbicara tentang kebebasan, tapi sekarang mereka membawa senjata dan membunuh rakyatnya sendiri. Mereka bukan pahlawan, tapi ancaman bagi kami, " ujar Yulianus dengan tegas.
Masyarakat di wilayah-wilayah seperti Nduga, Intan Jaya, Puncak, dan Yahukimo sangat merasakan dampak dari aksi kekerasan OPM. Warga menjadi ketakutan, anak-anak tidak bisa pergi ke sekolah, dan tenaga medis pun enggan memberikan pelayanan di daerah-daerah tersebut. Dampaknya, kondisi sosial dan ekonomi yang sudah rentan semakin memburuk.
Pendeta Gereja Kingmi di Pegunungan Tengah, Pdt. Benyamin Magai, menegaskan bahwa tindakan OPM jelas bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kedamaian yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Papua.
"Tidak ada dalam ajaran adat maupun iman yang membenarkan pembunuhan, pembakaran, atau intimidasi terhadap orang tak bersalah. Apa yang mereka lakukan adalah teror, bukan perjuangan, " ungkapnya.
Selain aksi kekerasan fisik, OPM juga gencar menyebarkan propaganda yang memecah belah masyarakat Papua, terutama melalui media sosial dan jaringan simpatisan. Mereka memutarbalikkan fakta, menyebar kebencian, dan mencoba menggiring opini bahwa kekerasan adalah satu-satunya jalan.
Ruben Kobak, tokoh pemuda asal Kabupaten Puncak, menyatakan bahwa generasi muda Papua kini mulai menyadari bahwa keberadaan OPM bukan membawa solusi, melainkan menambah masalah.
"Kami ingin membangun Papua yang damai dan maju. Tapi kalau OPM terus menciptakan ketakutan, bagaimana kami bisa hidup tenang? Anak-anak kami butuh sekolah, bukan senjata, " tegas Ruben.
Ia juga menambahkan bahwa banyak pemuda yang sebelumnya tertarik dengan narasi perjuangan OPM, kini justru mulai menjauh setelah melihat langsung kekejaman dan penyimpangan yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
"Mereka bunuh orang Papua, mereka rusak sekolah dan puskesmas. Itu bukan tindakan pejuang, itu tindakan penghancur, " tambah Ruben dengan nada kesal.
Sebagai upaya untuk meredakan ketegangan, para tokoh masyarakat Papua serukan persatuan dan solidaritas untuk membangun masa depan yang lebih damai dan sejahtera. Mereka menegaskan bahwa kunci untuk mencapai kedamaian adalah dengan bersatu, mengutamakan dialog, dan menanggalkan segala bentuk kekerasan yang hanya akan merusak bangsa dan masa depan generasi penerus Papua. (Apk/Red1922)