Penonaktifan 7,4 Juta PBI-JKN: Ancaman Serius bagi Ekonomi Keluarga, Kesehatan Perempuan, dan Masa Depan Anak Indonesia

1 day ago 9

DEPOK – Seminar Strategis Nasional bertajuk "Mendesain Ulang Perlindungan Kesehatan: Solusi Komprehensif Atas Penonaktifan 7, 4 Juta Peserta PBI-JKN" digelar di Gedung Pertamina FMIPA UI, Kamis (07/08/2025)

Kegiatan ini mempertemukan lebih dari 300 peserta secara hybrid, melibatkan akademisi, praktisi hukum, organisasi profesi kesehatan, LSM, mahasiswa, hingga perwakilan pemerintah untuk membahas solusi nyata terhadap penonaktifan peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI-JKN).

“Melalui forum ini, panitia bertujuan menghimpun analisis mendalam, mengidentifikasi akar persoalan, serta merumuskan solusi kebijakan yang komprehensif dan berkelanjutan, ” ujar Jurika, selaku ketua panitia kegiatan seminar yang juga menjabat Direktur LBH Digitek DKI Jakarta.

Penonaktifan PBI-JKN yang dilakukan terhadap jutaan masyarakat miskin dan rentan menimbulkan gelombang masalah yang kompleks. Dari sisi ekonomi, kebijakan ini berpotensi meningkatkan beban pengeluaran rumah tangga miskin yang sebelumnya bergantung pada pembiayaan layanan kesehatan dari negara. Pengeluaran medis yang meningkat akan menggerus pendapatan rumah tangga, memicu penurunan daya beli, dan memperburuk kemiskinan struktural.

Kegiatan ini bertujuan merumuskan rekomendasi kebijakan untuk perlindungan kesehatan kelompok rentan serta membangun kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam reformasi JKN.

Hasil dan rekomendasi kegiatan meliputi: perlunya peninjauan ulang legalitas mekanisme penonaktifan PBI-JKN, sinkronisasi dan validasi data DTKS secara berkala dan transparan, serta pembentukan tim independen untuk evaluasi sistemik terhadap BPJS dan regulasi PBI-JKN.

Selaku Ketua Komite Tetap Advokasi dan Konsultasi Perlindungan Perempuan dan Anak KADIN Indonesia, Jurika mengatakan “Dampak yang lebih mengkhawatirkan, dari perspektif perlindungan kesehatan perempuan dan anak, penonaktifan ini membawa risiko serius terhadap gizi dan tumbuh kembang anak. Akses terbatas pada layanan kesehatan esensial, seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, dan pemantauan gizi balita, dapat memicu peningkatan angka stunting di Indonesia. Para ibu yang kehilangan jaminan kesehatan mengalami tekanan psikologis yang berat, berujung pada stres kronis yang tidak hanya mengganggu kesehatan mental ibu, tetapi juga berimplikasi negatif pada pola asuh dan kesejahteraan anak.”

Melalui forum ini, para narasumber memaparkan analisis mendalam atas penyebab dan dampak kebijakan, mengidentifikasi celah regulasi, dan merumuskan rekomendasi kebijakan yang lebih berkeadilan. Rekomendasi tersebut menekankan perlunya sinkronisasi data yang akurat, mekanisme perlindungan yang lebih manusiawi, serta kebijakan afirmatif keluarga miskin. Salah satu narasumber, Prof. Ascobat, pakar kebijakan publik, menyatakan “Ketika negara gagal memastikan perlindungan kesehatan bagi kelompok rentan, bukan hanya kesehatan individu yang terancam, tetapi juga masa depan generasi bangsa.”

Nuning Hallet, Ph.D., moderator seminar, menambahkan “Data menunjukkan, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling terdampak dari kebijakan penonaktifan ini. Tidak ada alasan untuk membiarkan mereka kehilangan hak dasarnya atas kesehatan.”

Acara ini diharapkan menjadi momentum kolaborasi lintas sektor untuk memastikan bahwa setiap warga negara, tanpa terkecuali, mendapatkan hak konstitusionalnya atas perlindungan kesehatan. Kesehatan dan kesejahteraan perempuan dan anak adalah impian sekaligus fondasi bagi masa depan bangsa.

Read Entire Article
Karya | Politics | | |