PAPUA - Gelombang penolakan terhadap keberadaan Egianus Kogoya, pimpinan kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang tergabung dalam Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), semakin kuat dan nyata di tengah masyarakat Papua. Warga dari berbagai kalangan mulai dari tokoh adat, agama, hingga pemuda secara terbuka menyatakan bahwa kehadiran Egianus tidak lagi dianggap sebagai representasi aspirasi rakyat Papua. Selasa 3 Juni 2025.
Tokoh adat Kabupaten Nduga, Simon Gwijangge, dengan tegas menyatakan bahwa Egianus Kogoya telah menyimpang jauh dari nilai-nilai perjuangan leluhur Papua.
“Kami menolak tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Egianus. Dia bukan pejuang, tapi justru perusak kedamaian. Masyarakat tidak lagi menganggapnya sebagai bagian dari perjuangan Papua, ” ungkap Simon dalam pernyataannya, Selasa (3/6/2025).
Penolakan terhadap Egianus semakin meluas, termasuk dari tokoh gereja Papua, Pendeta Benyamin Tabuni. Pendeta Benyamin menyoroti dampak buruk dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok yang dipimpin Egianus.
"Gereja tidak pernah membenarkan kekerasan. Membakar sekolah, menyerang guru, dan tenaga kesehatan adalah tindakan yang tidak berperikemanusiaan. Kami menyerukan kepada Egianus untuk menghentikan semua tindakannya yang brutal, " tegas Pendeta Benyamin.
Juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, dalam pernyataannya mengungkapkan keprihatinannya atas semakin menyusutnya dukungan terhadap kelompok yang dipimpin oleh Egianus.
"Kami tahu banyak yang mulai menjauh dari perjuangan ini karena tekanan aparat dan propaganda pemerintah. Namun, kami tetap berjuang demi kemerdekaan bangsa Papua, " ujar Sebby.
Sebby juga menambahkan bahwa Egianus telah menciderai perjuangan kelompok OPM, mengkhianati nilai-nilai perjuangan mereka, dan bahkan diketahui sering menerima dukungan finansial dalam proses pembebasan pilot. "Dia telah berkhianat, " tambah Sebby dengan nada kesal.
Namun, menurut pengamat keamanan wilayah timur Indonesia, Dr. Yohanes Korwa, sikap masyarakat yang mulai menjauh dari Egianus Kogoya mencerminkan keinginan rakyat Papua yang jenuh dengan konflik berkepanjangan.
"Kehilangan simpati masyarakat adalah titik balik yang menunjukkan bahwa tindakan kekerasan tidak akan pernah mendapatkan legitimasi. Masyarakat Papua kini lebih memilih perdamaian dan pembangunan, " jelas Dr. Korwa.
Semakin banyaknya penolakan terhadap Egianus Kogoya menunjukkan dengan jelas bahwa masyarakat Papua kini menginginkan kehidupan yang damai, aman, dan jauh dari kekerasan yang selama ini diklaim sebagai perjuangan. Aspirasi rakyat Papua tidak lagi berpihak pada kekerasan, melainkan mengarah pada masa depan yang lebih sejahtera, harmonis, dan bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. (*/Red)