Pengakuan Lisa Mariana Picu Desakan Panggil Ridwan Kamil Kasus BJB

4 weeks ago 9

JAKARTA - Kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank BJB kembali memanas setelah Lisa Mariana mengaku menerima aliran dana. Pengakuan ini sontak memicu desakan kuat dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memanggil mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK), untuk dimintai keterangan.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menegaskan bahwa pengakuan Lisa Mariana merupakan bukti krusial yang tidak bisa diabaikan oleh KPK. Menurutnya, terlepas dari apakah aliran dana tersebut diterima langsung dari Ridwan Kamil atau melalui perantara, keterlibatan mantan Gubernur Jawa Barat dalam rangkaian kasus ini sangatlah signifikan.

"Berarti mau tidak mau, suka tidak suka KPK harus segera memanggil Ridwan Kamil. Karena apapun sudah ada pengakuan Lisa Mariana bahwa dia mendapatkan uang dari dugaan aliran dari BJB, dari iklan itu, baik itu langsung dari Ridwan Kamil atau tidak. Tapi kan itu karena dia ada rangkaian dengan Ridwan Kamil, setidaknya bisa jadi minta seseorang untuk ngasih uang pada dia, " kata Boyamin kepada wartawan, Sabtu (23/8/2025).

Boyamin menambahkan, pemanggilan Ridwan Kamil mutlak diperlukan demi memperjelas konstruksi kasus ini. Ia menekankan bahwa pengakuan Lisa Mariana mengenai aliran dana dalam kasus korupsi pengadaan iklan Bank BJB harus didalami secara serius oleh KPK.

"Atau orang ini, gimana ini ada permintaan, ya udah minta kan dari yang iklan BJB misalnya begitu. Jadi, KPK tidak boleh alasan lagi, harus cepat-cepat, gerak cepat, segera memanggil Ridwan Kamil untuk memenuhi struktur bangunan dugaan korupsi dari pengadaan iklan BJB, " tegas Boyamin.

Lebih lanjut, Boyamin juga mendesak KPK untuk melacak seluruh aliran dana dalam kasus ini ke berbagai pihak yang terkait. Ia menduga kuat adanya unsur tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus ini.

"Apalagi kalau diduga ini uang hasil korupsi itu atau markup iklan itu ternyata dipakai untuk memberikan uang kepada Lisa Mariana. Itu betul-betul harus dilacak. Ini bahkan sampai level ke pencucian uang namanya. Karena diduga untuk memenuhi kepentingan-kepentingan orang-orang tertentu, " ungkapnya.

Sementara itu, Peneliti Pusat Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, berpendapat bahwa jika uang yang diterima Lisa Mariana terbukti berasal dari tindakan korupsi, maka seharusnya dikembalikan kepada negara.

"Seseorang dipanggil penyidik sebagai saksi tentu dibutuhkan keterangannya untuk memperjelas penyidikan, nah soal adanya aliran dana itu kalau bukan merupakan satu bentuk transaksi yang sah ya itu harus dirampas negara, jadi ada kewajiban untuk mengembalikan, " ujar Zaenur.

Zaenur menilai pengakuan Lisa Mariana ini seharusnya menjadi amunisi berharga bagi penyidik KPK untuk membongkar seluruh jaringan kasus ini. Ia menduga pengakuan tersebut sudah mengindikasikan adanya kerugian negara.

"Bagi yang memberi kalau berasal dari tindak pidana ya ini artinya semakin menguatkan peran dari pemberi kalau itu betul dari korupsi BJB, " katanya.

"Jadi unsur merugikan keuangan negaranya sudah sangat jelas, dan yang kedua unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain itu terpenuhi, tinggal nanti KPK mengusut apakah itu penyalahgunaan kewenangan atau perbuatan melawan hukum, " tambahnya.

Sebelumnya, Lisa Mariana telah rampung menjalani pemeriksaan sebagai saksi oleh KPK terkait kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank BJB. Saat keluar dari Gedung KPK di Jakarta Selatan pada Jumat (22/8/2025), Lisa mengonfirmasi adanya aliran dana untuk anaknya.

"Ya kan buat anak saya, benar, " ujar Lisa.

Mengenai nominal dana yang diterima, Lisa enggan merinci dan menyerahkan sepenuhnya kepada KPK.

"Saya tidak bisa sebut nominalnya ya, " ujarnya.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Kelimanya adalah Yuddy Renaldi selaku mantan Direktur Utama Bank BJB, Widi Hartono (WH) yang menjabat Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB, serta pihak swasta yakni Ikin Asikin Dulmanan (IAD), Suhendrik (S), dan Sophan Jaya Kusuma (RSJK). Perbuatan kelimanya diduga telah merugikan negara hingga Rp 222 miliar, di mana dana tersebut diduga dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan non-budgeter. Kasus ini sendiri terjadi pada periode ketika Ridwan Kamil masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat. (Wajah Koruptor)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |