PBB Tidak Naik, Tapi Pemda Barru Jerat Rakyat dengan Utang Konsumtif

1 week ago 7

BARRU - Pemerintah Kabupaten Barru melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menegaskan tidak ada kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2025. 

Plt. Kepala Bapenda Barru, Hj. Andi Hilmanida, bahkan membantah tuduhan Ormas LAKI Barru yang menyebut ada beban pajak masyarakat meningkat.

Menurut Hilmanida, tudingan itu keliru dan berpotensi menyesatkan publik. Ia menyebut ada bukti konkret bahwa sejumlah objek pajak justru mengalami penurunan. 

Contoh, SPPT atas nama Maddu di Jalan Anggrek yang pada 2023 sebesar Rp471.973 turun drastis menjadi Rp235.986 pada 2024.

“Tidak ada kenaikan PBB di Barru tahun ini. Justru pada beberapa objek terjadi penurunan. Informasi yang menyebut sebaliknya itu salah, ” tegas Hilmanida, belum lama ini.

Ironi di Balik PBB Tak Naik
Namun, di balik kabar baik ini, publik justru menyoroti langkah Pemda Barru yang meneken pinjaman Rp22 miliar di Bank Sulselbar. Dana segar itu direncanakan untuk pembangunan jalan Pekka Pao, pembebasan lahan Sekolah Rakyat, serta DPA lanjutan.

Masalahnya, proyek-proyek tersebut dinilai tidak produktif dan sama sekali tidak berdampak langsung pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Skema ini jelas membebani fiskal daerah dan menimbulkan pertanyaan serius: untuk siapa sebenarnya pinjaman ini?

“Bupati boleh bilang PBB tidak naik. Tapi dengan adanya pinjaman ini, sama saja rakyat yang akan menanggung cicilan utang lewat uang pajak. Itu ironi besar, ” ujar Pengurus Besar Kesatuan aktivis Barru Fahrul, pada Ahad (7/9/2025).

Janji Bupati vs Realita Utang

Ironi makin kentara jika dibandingkan dengan janji Bupati Barru sendiri. Dalam berbagai kesempatan, Bupati kerap menegaskan pentingnya membuka lapangan kerja baru dan mempercepat pembangunan kawasan industri Barru.

Idealnya, jika Pemda memang hendak meminjam dana, maka prioritasnya diarahkan pada investasi produktif: membuka industri, menciptakan pusat ekonomi baru, serta mendorong peluang kerja bagi masyarakat. 

Bukan justru mengambil utang untuk proyek-proyek fisik yang minim manfaat langsung dan cenderung konsumtif.

“Kalau betul memikirkan rakyat, pinjaman itu dipakai untuk mempercepat kawasan industri Barru agar lapangan pekerjaan terbuka lebar. Bukan untuk proyek yang hanya menguntungkan segelintir pihak, ” tambahnya.

Rakyat Tak Boleh Diam

Di atas kertas, PBB memang tidak naik. Tapi rakyat tetap digiring untuk membayar utang Pemda lewat berbagai instrumen keuangan daerah. Ujungnya, beban fiskal ditanggung masyarakat, sementara janji membuka lapangan kerja dan kawasan industri yang produktif justru tidak tersentuh.

Kesatuan Aktivis Barru menegaskan: publik tidak boleh diam. Kebijakan pinjaman konsumtif tanpa analisa mendalam harus ditolak. Barru butuh keberanian untuk memilih investasi yang menyejahterakan rakyat, bukan jebakan utang yang akan menjadi beban generasi berikutnya.

PBB boleh tidak naik. Tapi utang konsumtif Rp22 miliar adalah jebakan. Jika Pemda berani, pinjaman itu harusnya digunakan untuk membangun industri dan membuka lapangan kerja, bukan proyek seremonial.

Read Entire Article
Karya | Politics | | |