Puluhan Kambing Tewas di Cikidang: Pola Luka Identik Serangan Predator, Diduga Macan Tutul

1 week ago 8

Sukabumi — Sabtu pagi (6/9/2025), suasana kandang di Kampung Ciherang, Desa Gunungmalang, Kecamatan Cikidang, berubah mencekam. Puluhan ekor kambing milik warga ditemukan dalam kondisi tak bernyawa, dengan luka robek di bagian leher yang secara klinis menunjukkan tanda-tanda trauma akibat gigitan predator. Kejadian ini memicu kekhawatiran serius di kalangan peternak dan masyarakat setempat.

Secara visual, luka yang ditemukan pada karkas kambing menunjukkan pola khas serangan satwa karnivora besar. Berdasarkan anatomi luka dan distribusi kematian, diduga kuat bahwa hewan ternak tersebut menjadi sasaran serangan macan tutul. Kepala Desa Gunungmalang, Ajang Rahmat, membenarkan peristiwa tersebut dan menyebutkan bahwa tim desa bersama unsur Forkopimcam segera melakukan peninjauan lapangan.

“Begitu laporan masuk sekitar pukul 06.00 WIB, kami langsung turun bersama forkopimcam. Dari hasil pengecekan ada bekas telapak macan dengan ukuran bervariasi. Dugaan kuat kambing-kambing ini dimangsa macan tutul, ” kata Ajang.

Dari sisi kesehatan hewan, luka robek di bagian leher merupakan indikator umum serangan predator yang mengincar saluran pernapasan dan pembuluh darah utama. Pola ini konsisten dengan teknik berburu macan tutul, yang dikenal menyerang dengan cekikan cepat dan mematikan.

“Hewan ini memang sering terlihat di kawasan hutan sekitar. Luka gigitan di leher kambing identik dengan cara mangsa satwa buas itu, ” ujar Ajang, menegaskan hasil observasi lapangan.

Sebagai langkah mitigasi, pemerintah desa bersama masyarakat segera menerapkan protokol biosekuriti darurat. Warga diimbau untuk meningkatkan intensitas ronda malam, memasang penerangan di sekitar kandang, serta mengonsolidasi ternak ke dalam kandang kolektif guna memudahkan pengawasan dan mengurangi risiko serangan.

“Kalau kambingnya sedikit, jangan dipisah-pisah. Lebih baik disatukan supaya lebih aman dan pengawasan lebih gampang, ” tambah Ajang.

Namun, kekhawatiran utama bukan hanya pada kerugian ekonomi peternak, tetapi juga potensi ancaman terhadap keselamatan manusia. Mengingat lokasi kandang berdekatan dengan pemukiman, risiko konflik satwa-manusia menjadi semakin nyata.

“Kami berharap pihak berwenang segera turun tangan melakukan investigasi, jangan sampai predator ini menyerang warga, ” tegas Ajang.

Menanggapi laporan tersebut, petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bogor, Iwan Setiawan, menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan penyelidikan lapangan. Ia menjelaskan bahwa serangan satwa liar ke wilayah peternakan biasanya dipicu oleh gangguan ekosistem hutan, seperti berkurangnya sumber pakan dan air, atau aktivitas perambahan.

“Biasanya macan turun karena kekurangan pakan atau sumber air di hutan. Bisa juga akibat perambahan yang mengusik ruang hidup mereka, ” jelas Iwan.

Jika hasil investigasi mengonfirmasi keterlibatan macan tutul, BKSDA akan menurunkan tim evakuasi dan memasang kandang jebak di sekitar lokasi untuk menangkap predator secara aman dan tanpa melukai.

“Kami siapkan kandang jebak di sekitar lokasi agar predator bisa ditangkap dengan aman, ” pungkas Iwan.

Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa sistem peternakan rakyat di wilayah penyangga hutan membutuhkan pendekatan terpadu antara kesehatan hewan, keamanan lingkungan, dan konservasi satwa liar. Ketahanan peternakan bukan hanya soal pakan dan kandang, tapi juga soal ekosistem yang sehat dan harmonis.

Read Entire Article
Karya | Politics | | |